Senin, 21 Januari 2013

Pangeran Bertopeng dan Berkuda Putih (6)

..
aku mondar-mandir ditepian sungai ini. memutar otakku perlahan untuk menemukan jawaban yang tepat. semakin kuputar keras semakin membuat rumit semuanya. aku buntu. aku hanya ingin jawaban.
anak gembala itu masih berada ditepian sungai dan dari kejauhan masih saja mengamatiku. aku masih memikirkan apa yang ia katakan sebelumnya mengenai cinta yang membutuhkan perjuangan. dan aku kembali ingat bahwa cinta yang kita akan perjuangkan janganlah secara instan kita lakukan. entah pikiran itu melayang berulang diatas kepalaku. membuatku semakin tak berdaya.

     "aku akan mencari, aku akan menemukan, aku akan mendapatkannya. dia.. dia sang putri yang aku nantikan, yang akan aku genggam tangannya, aku tak akan pernah mengecewakannya, aku akan membahagiakannya, aku akan melakukan semua yang terbaik demi dia. aku kan berjuang melewati semua ini, untuknya. kalaupun aku gagal, setidaknya aku sudah berusaha untuk dia. untuk menunjukkan ketulusan dan besarnya cinta ini melalui perjuanganku" gumamku perlahan. "YA AKU AKAN BERUSAHA YANG TERBAIK. TAK AKAN MENGECEWAKAN." lanjutku dengan genggaman erat kedua tanganku pada sebatang ranting kayu. "AKU AKAN BERJUANG. TIDAK PADA YANG INSTAN. YA"

aku membereskan perlatan kecil yang semalam aku pakai untuk membuat api dan memasak beberapa makanan pengganjal perut. aku menatanya kembali pada tas kulit milikku. dan sejenak aku gunakan waktuku untuk memandikan sang kuda putihku yang sudah nampak lusuh pada kulit putihnya.
kuda putihku itu diam. memandangiku yang perlahan membersihkan muka depannya dengan mengusap wajahnya dengan air sungai. tatapannya nampak begitu tajam. matanya berbinar, sedikir aku melihat ia tersenyum.
     "ada apa denganmu kuda kecilku? kenapa kau pandangi aku begitu?" tanyaku pada kuda putihku itu. aku tahu jika ia tak mungkin menjawab pertanyaanku.

tubuhnya sudah kembali bersih. kotoran hitam yang menempel di bulu halusnya sudah jatuh dan terhanyut oleh aliran air. aku memberikannya makanan rerumputan yang dicarikan oleh anak gembala tadi. dan aku menata bekal dan peralatanku pada punggung kuda putihku itu.
     "hai nak. sepertinya aku akan memutar dan tak melewati hutan ini." kataku pada anak gembala itu.
     "ternyata tuan jauh lebih bijaksana."
     "setelah aku pikir-pikir memang tidak baik meninggalkan sang kuda putihku yang sudah lama menemaiku ini." lanjutku.
     "baiklah tuan. jika tuan hendak melanjutkan perjalanan, negeri selatan sudah tidak lagi jauh dari sini, mungkin hanya satu hingga dua hari perjalanan. di depan akan ada padang rumput, lebih baik tuan membawa air dan makanan yang cukup karena disana sepi sekali. setelah itu tuan akan melihat sebuah persawahan dan perkebunan negeri selatan. barulah tuan menemui gerbang kota negeri selatan." anak gembala itu menasehatiku dengan tegasnya.
     "rupanya kau tahu tentang negeri itu ya?" tanyaku.
     "tidak tuan. ayahku hanya pernah menceritakan padaku dahulu. hati-hati tuan."

kemudian aku mengucapkan salam perpisahan dengan anak gembala itu. dibawah sinar langit sore, aku kembali melanjutkan perjalananku menuju negeri selatan.

satu atau dua hari perjalanan? ya benar. aku sudah melewati padang rumput yang begitu luas dan beberapa meter didepan aku melihat persawahan dan perkebunan negeri selatan. sebuah gerbang yang cukup tinggi sudah terlihat cukup jelas. mungkin itulah gerbang negeri selatan. dikanan dan dikiri terlihat perkebunan dan persawahan negeri selatan itu cukup subur. semua terawat dengan rapinya.
sinar lampu-lampu kota negeri selatan mulai terlihat. kerajaan mulai terlihat menjulang tinggi ditengah-tengah pusat kota. namun aku kembali mengistirahatkan tubuhku dan kudaku untuk malam ini, jalanan didepan nampak begitu gelap. akan sangat kesulitan jika aku memaksakan melanjtkan perjalanan diantara gelapnya malam ini. aku menyalakan perapian kecil untuk menghangatkan tubuh diterpa dinginnya malam ini, dan sinar rembulan kembali menerangi malam terakirku diperjalananku mencari sang putri.

"..aku sudah menunggumu.
aku meyakini jika kau pasti datang untukku.
aku tahu, jemarimulah yang nanti akan terkait dengan jemariku.
hatimulah yang nanti akan menjadi tempat terpautnya hatiku.
tahukah kamu, jika aku juga memimpikannmu?
memimpikanmu memelukku?
memimpikanmu menemaniku?
memimpikanmu tersenyum bahagia denganku?
yakinkah kau akan aku?
raih tanganku, genggam hatiku. jangan lepaskan.
maukah kau?.."


bersambung ..

Senin, 14 Januari 2013

Pangeran Bertopeng dan Berkuda Putih (5)

..
apel yang menjatuhiku itu aku pungut dengan sukarela. sesekali perutku berbunyi menandakan bahwa ia sangat membutuhkan asupan nutrisi. satu demi satu apel yang jatuh itu aku pungut dan aku tata rapi di depan api unggunku yang sudah memadam. rupanya sejak semalam apel-apel itu berjatuhan, namun aku tak menyadari itu. gemercik air sungai itu begitu terasa menyegarkan, aku mengambil botol airku dan aku isi dengan air sungai yang bersih itu, kemudian aku berlari menuju kudaku yang duduk manis disana, aku membuka mulutnya, menuangkan setetes demi setetes kemulutnya, rupanya ia sangat kelelahan. 
     "hai kuda putihku, maafkan aku membawamu terlalu jauh."
matamu berbinar. seperti biasanya, kau tak pernah mengeluh saat denganku. kau selalu menurut padaku, pada setiap kataku.
aku kembali berjalan menuju dekat api unggunku, mengupas apel-apel itu untuk sarapan pagiku. sepotong demi sepotong, aku memakan apel itu.

diseberang sungai ini adalah sebuah hutan. hutan yang begitu rimbun dengan pohon-pohon tua yang besar. Raja pernah berkata padaku, jika negeri sang puteri ada dibalik hutan tersebut. dan hutan ini adalah jalan pintas menuju negeri selatan dimana sang puteri berasal. jika aku berhasil melewatinya, kelak aku akan lebih cepat sampai dihadapan puteri daripada kelima pemuda lainnya yang merupakan saningan terberatku saat ini.
aku membulatkan tekad, menuruti apa yang raja pernah katakan, melewati hutan yang rimbun ini dan sampai lebih cepat. namun aku kembali melontarkan pandanganku kedalam hutaan yang begitu lebat itu, begitu rapat, seolah hutan itu gelap, sinar matahari rupanya sulit menembus rapatnya daun-daun dan ranting-ranting yang besar dan tumbuh dengan suburnya itu.
kemudian keraguan kembali menghampiriku. mengajakku berpikir dua kali untuk masuk dan melewatinya. mungkin aku mampu masuk kedalam hutan itu? lalu bagimana kuda putihku? bukankah ia akan kesusahan saat berjalan di area yang sangat sempit itu. sedikit celahpun seolah tak ada untuk memijakkan kaki di tanah, yang ada hanyalah akar-akar pohon-pohon besar yang tua yang saling membalap untuk tumbuh besar.

aku menoleh pada si kuda putihku itu. aku tak tega jika demi keinginanku harus mengorbankan ia melewati hutan ini. jika aku membawanya melewati hutan ini tentunya akan memeprlambat langkahku, namun jika tidak aku melewati hutan ini, perjalanan jauh lebih panjang menuju negeri selatan.
aku terdiam.
sekawanan domba berlari menuju tepian sungai ini, beberapa diantaranya berhenti disamping kuda putihku yang sibuk mengunyah rerumputan segar pagi hari. seorang anak gembala berjalan agak jauh dibelakang kawanan domba-dombanya. ia terlihat masih anak-anak.

     "hai nak, kemarilah." terikakku padanya. entahlah aku tak tahu mengapa aku meneriakinya. kemudian anak gembala itu berlari menuju tempatku berdiam.
    "ya Tuan, ada apa? apa ada yang bisa saya bantu sehingga tuan memanggil saya?" tanyanya. "itu kuda putih Tuan sangat tampan. apakah saya harus mencarikannya makanan? saya lihat dia begitu berselera makan." lanjutnya.
     "oh tidak nak. aku hanya hendak bertanya padamu. apa kau tahu tentang hutan ini?" tanyaku pada anak  gembala itu.
     "oh, Tuhan hendak melewati hutan ini? hutan ini adalah hutan Rimba namanya. hutan yang paling tua diantara hutan-hutan lainnya. hutan ini begitu gelap Tuah. sangat mustahil untuk melewatinya." terangnya.
     "apakah kau tahu jika hutan ini menuju negeri selatan?" tanyaku lagi.
anak gembala itu mengangguk. "ya Tuan benar. hutan ini jalan pintas menuju negeri selatan. namun mustahil jika Tuan akan melewatinya."
     "mengapa?"
     "hutan ini sudah ribuan tahun menjadi gelap karena pada zaman dahulu ada seorang raja yang membuang berbagai tanaman dari negerinya, entahlah dari mana ia berasal. ia membuang segala tanaman yang ada di negerinya, karena negerinya terlalu hijau dan terlalu banyak tumbuhan yang hidup melebihi kapasitas pertumbuhan tumbuhan karena pupuk yang begitu mudah didapatkan, hingga negeri itu pun hampir tak terlihat dimana pusat kegiatan kota dilakukan. rajapun memutuskan untuk membuang segala tanaman yang tumbuh melebihi kapasitas pertumbuhannya ke tempat ini. dan ternyata tumbuhan-tumbuhan itu tumbuh semakin membesar, rimbun, dan rapat. demikianlah jadinya seperti sekarang, di dalam menjadi gelap. tak ada sinar matahari. dan udara juga begitu tak mendukung. belum seperempat perjalanan melewati hutan ini, banyak orang kembali. lebih baik memutar daripada mati di dalam." anak gembala itu bercerita.
     "siapakah Raja itu?" tanyaku.
     "tidak ada yang tahu Tuan. saat itu disini hanya beberapa saja penduduk yang menempati. dan seberang sungai ini bukan sudah berbeda wilayah." lanjutnya. "kalau saya boleh tahu apakah Tuan itu adalah pemuda yang emncari puteri negeri selatan?"
     "ya. darimana kau tahu?"
     "aku hanya menebak saja. barangkali benar. aku telah bertemu lima orang pemuda juga. dan mereka ingin menuju negeri selatan. dan mereka juga memiliki kuda-kuda putih seperti ini. aku seringkali disuruh memberikan makan kuda mereka. oh ya, mereka ke negeri selatan untuk mencari puteri."
     "oh. apakah kau juga pernah tahu tentang jalan pintas menuju tempat itu? maksudku negeri selatan itu?" tanyaku padanya.
     "lebih baik Tuan melewati jalan yang memutar dan jauh daripada mencari yang singkat. apakah sebuah cinta bisa didapatkan dengan cara yang singkat dan pintas tuan? tentunya tidak. cinta lebih banyak memperhitungkan tentang perjuaangan tuan yang akan menunjukkan betapa besar perasaan hati tuan pada sang puteri."
    "mengapa kau menasehatiku seperti itu? usiamu masih muda. belum tahu tentang cinta."
     "aku memang masih muda. namun aku sudah tahu banyak hal. dan yang aku sarankan adalah Tuan melewati jalan yang jauh namun jalan itu baik adanya. karena lima pemuda yang sebelumnya nekat melwati hutan rimba, entahlah bagaimana mereka, dua diantaranya meniggalkan kudanya ditempat ini hingga sakit dan hampir mati. dua diantaranya menitipkan kuda putih seperti itu pada saya. dan satu yang terakhir sebelum tuan berjalan bersama kudanya melewati hutan itu."

aku terdiam lagi. anak gembala ini terlalu bijak. apakah aku akan membawa kudaku melewati hutan ini atau aku harus memutar dan sedikit mulai kehilangan kepercayaan mendapatkan puteri karena aku harus datang terlambat padanya?

bersambung..

Jumat, 04 Januari 2013

Pangeran Bertopeng dan Berkuda Putih (4)

..
aku mungkin hanya bagian kecil dari ribuan orang yang pernah datang dalam mimpimu.
aku mungkin hanya bagian kecil yang pernah kau lihat dari ribuan orang yang pernah lewat didepanmu.
aku mungkin hanya bagian dari mimpi masa depanmu kelak.
aku berjuang. berjuang dalam sebuah perjuangan untuk menemukan cinta sejatiku.
aku berlari. berharap aku mampu berlari sampai garis finish dan memenangkanmu.
dan aku tak akan tertatih untuk memperjuangkanmu.

tanganku menggapai jemarimu.
jemariku menyentuh lembut wajah cantikmu.
kau tersenyum.
wajahmu memancarkan aura yang begitu hangat.
kembali menyambut hangat senyumku.
"bisakah aku menggandeng tanganmu?" tanyaku.
dengan lembut senyummmu, kau mengangguk.
jari-jariku mulai mengikatkan pada jari-jarimu.
"bolehkah aku berkata sesuatu padamu?" tanyaku lagi.
kau mengangguk lagi.
"apakah kau mau menjadi temanku.."
kau terdiam.
"..teman yang menemani dalam hidupku selamanya? sampai maut memisahkan aku dan kau?" lanjutku.
wajah polosmu memancarkan percikan senyuman bahagia.
aku tersenyum. aku menunggu jawabmu.
"aku mau."
kau tersenyum padaku.
"aku mau menjadi temanmu. teman hidupku. maukah kau juga selalu menjadi penjagaku?" tanyanya.
aku tersenyum.
"aku mau."

jemariku mulai terkait dengan jemarimu.
bulatan kecil itu juga sudah terpasang di jari manismu.
itu benda kecil.
benda pengikat antara darahku dengan darahmu, selamanya.
aku mengajakmu berjalan. menuju kuda putihku berada.
kita bersama. menjalani kehidupan kita berdua.
ditemani kuda putihku yang setia.

----

aku terbangun dari tidurku. sebuah buah apel menjatuhi kepalaku. sakit sekali. lumayanlah untuk sarapan pagi ini. kali ini aku terhenti disebuah tepi aliran sungai yang begitu jernih, dan didepannya sebuah hutan yang begitu rimbun dengan tumbuhan-tumbuhan besar yang tua. kicauan burung-burung pagi menggairahkan diriku. sinar matahari menghangatkan diriku.
dan masih dengan setianya, disana kuda putihku.

aku mulai kembali bertanya, apa yang baru saja terjadi? dimana dirimu berada? dimana benda bulatan kecil yang saling melingkari di jarimu dan jariku? aku tidak menemukan.
aku tersadar. itu semua hanyalah sebuah mimpi, mimpi yang menandakan bahwa aku begitu merindukan dirimu, puteriku.

bersambung..
 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template