Tampilkan postingan dengan label Cerita yang Lain. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita yang Lain. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Juni 2015

Mimpi Semalam

Semalam, tanpa aku mau, mimpi itu kembali datang. Mimpi yang sudah berbulan-bulan pergi, semalam kembali. Aku tidak terlalu menikmati apa yang terjadi, tidak terlalu kuikuti seperti aku sangat penasaran sebelumnya. Yang aku tahu, ada dia disana, walau kita tak berbincang panjang, walau kita tak saling berbicara.

Masih sama seperti kenyataan yang sedari dulu terjadi, kita tidak banyak bicara meski kita saling mengenal. Meski aku sadar akan kehadiranmu, tetapi sapaan sederhana itu tidak lagi muncul, karena masih tetap sama jika aku memang bukan yang terbaik yang selalu memberimu sapaan.

Aku juga sudah tidak lagi berharap, harapan itu sudah sirna seiring jalannya waktu, meski sesekali aku katakan dengan wajar aku masih ingin tahu keadaanmu. Siapa yang tidak ingin tahu keadaan seseorang yang dulunya pernah membuatnya jatuh hati? walau sesekali?

Haha. Kurasa mimpi itu memang hanya bunga tidur yang tidak perlu diperhatikan terlalu dalam. Terimakasih semalam, kita bertemu dalam mimpi, meski tetap saling diam seperti saat-saat terakhir beberapa tahun yang lalu kita berpapasan, setidaknya mengobati rasaku yang sudah lama tidak terjawab. Terimakasih, meski aku tak bisa berucap langsung denganmu, menanyakan keadaanmu, tetapi aku selalu berucap dalam doa pada Sang Pencipta, agar kau tetap bahagia.

Dariku, dari seorang yang kau datangi semalam.

Selasa, 26 Agustus 2014

Kita Tidak Akan Pernah Tahu

Kita tidak akan pernah tahu, seberapa jauh dan seberapa lama rasa itu bertahan di dalam diri kita.

Sesekali, butuh waktu untuk segera menjauh. Bahkan butuh orang yang dengan segera siap untuk menggantikan posisi dari orang yang sebelumnya. Namun, siapa bisa menyangka ketika takdir mengharuskan seperti ini. Mungkin aku salah jika aku menyalahkan takdir, harusnya aku lebih menyalahkan diriku sendiri yang tidak bisa dengan baik pergi berlari dari sosokmu, dikala dirimu sudah pergi bahagia dengan yang lain.

Aku butuh kamu. Namun sepertinya ungkapan itu sia-sia. Tidak akan pernah ada dirimu yang aku harap untuk ada itu benar-benar ada. Aku selalu menikmati hari-hariku sendiri, sendiri tanpa ada wajahmu (lagi) yang menghiasi lagi langit-langit senyumku. Perasaan itu masih aku biarkan mengalir dengan alami sejak hari kau benar-benar membuatku terkagum akanmu, namun perasaan itu sampai saat ini masih belum menemukan ujung dimana ia harus berhenti dan diam untuk selamanya.

Aku juga tahu, kebahagiaanmu sudah ditentukan dan diukur saat kamu berjalan seirama dengannya, bukan denganku. Bukan hakku untuk melarang itu, merelakanmu pergi untuk kebahagiaanmu adalah cara baik yang bisa aku lakukan, meskipun sesekali dahulu itu, aku mengumpat dibelakang karena belum bisa membiarkanmu pergi dengannya. Sekarang, apa lagi yang harus aku umpat dibelakangmu ketika aku sudah semakin tahu kamu memang dengannya? Bibirku menampakkan senyumnya, namun sebenarnya matakulah yang bekerja keras untuk berusaha menahan air yang akan keluar dari tiap rongganya.

Biarkan aku bahagia. Bahagia dengan apa yang aku rasa sekarang, sekalipun aku tahu, jika kamu tidak akan pernah mau tahu akan kebahagiaanku. Berjalanlah dengannya, berjalanlah semakin seirama. Doakan saja aku, segera melupakanmu dan tidak lagi membiarkan air mataku mengalir dengan sia-sia. Karena baik aku ataupun kamu, kita tidak akan pernah tahu jika perjalanan perasaan itu akan seperti ini.

Jumat, 17 Januari 2014

Desember

Desember tidak pernah terlihat sama seperti bulan-bulan lainnya. Desember selalu terlihat berbeda, sekalipun jumlah hari, tanggal, dan waktunya sama dengan bulan-bulan lainnya. Sepertiku, yang tetap sama untuk menunggumu pulang.

Jejak-jejak Desember telah terhapus oleh hujan deras diawal tahun. Mengakhiri segala yang dituliskan dan memulai yang akan dituliskan. Ribuan lagu bersajak Desember selalu terdengar sejak awal kedatangannya. Dan semuanya selalu menceritakan berbagai hal yang begitu sempurna.

Desember 2010.
Peristiwa yang terjadi kala itu sudah tidak lagi menjadi amat isimewa. Berbagai pilihan dan jalan yang baru telah terbuka dan membuat hati harus memilih bagaimana itu harus dijalani. Aku masih ingat tentang tulisan kecil yang kau kirimkan padaku kala itu, dipagi hari, disaat langit masih tertutup awan yang kelabu.
Langit pagi itu memang kelabu, namun katamu hari itu telah membuat matahari bersinar dengan hangatnya untukku. Sehangat pesan yang kau sampaikan padaku dan sesederhana kata yang tertulis dipesan itu.
Lagi, Desember. Tiga tahun lalu yang sudah menjadi bayangan dalam kenangan. Cerita kecil yang tidak banyak orang ketahui. Aku merindukan saat-saat itu, walau sederhana namun aku bisa merasakan dengan tenangnya. Sayangnya, pesanmu tidak lagi aku simpan. Hanya saja, hatiku masih aku simpan untukmu sampai saat ini.

Desember 2013.
Tiga tahun berselang sejak kejadian Desember waktu itu. Bulan terakhir, tahun terakhir, dan pesan terakhir yang aku terima darimu. Setelah itu tidak ada lagi satupun hal kecil yang aku terima darimu. Menjauh dan sama-sama jauh adalah alasan yang paling utama soal hal ini. Jalan kita memang sudah berbeda sejak saat itu, tidak ada lagi senyum yang menghiasi bibirmu kala kita bertemu. Sempat awal tahun kita berjumpa, bertemu pada satu titik, tempat penyeberangan jalan. Namun sudah, tidak ada lagi hal yang begitu serupa bahagianya seperti saat-saat dulu. Bukan saat kita hanya bisa jauh dan saling menyapa, namun saat kita tertawa dan bersama-sama melewati hari bersama mereka.
Desember. Bulan yang selalu membawakan damai itu mengunjungi tahun 2013. Tibalah tiga puluh hari penuh bersamanya, terlintas sesaat memang tidak teristimewa, namun hari-hari menjelang akhirnya, itu terasa berbesa. Kali ini kau kembali seperti tiga tahun yang lalu, lewat pesan sekali lagi kau katakan hal itu. Aku tahu jika bagi semua orang hal yang kau katakan dalam pesanmu adalah hal biasa, apalagi di bulan Desember. Tetapi, bagiku.. sesederhana yang kau katakan dan tuliskan, itu berarti sekalipun kecil.
Desember, dan setiap pecahan kecil tentang kenangannya yang berarti.

Sekali lagi, Desember. Bulan terakhir dengan sejuta makna. Semendung langit dan segelap malam, matahari dan bintang pasti akan selalu ada dibaliknya untuk bersinar. Saat Desember penuh kenangan dan pilu hatiku menantimu pulang? Apakah kau yang disana juga merasakan demikian? Lihatlah, saar Pelukis Semesta begitu baiknya, menjadikan hal yang biasa saja terlihat begitu sempurna. Sama sepertiku yang dibuatnya menunggumu lama untuk pulang, hanya saja pertanyaanya, Benarkah kau akan pulang?

Selasa, 10 Desember 2013

Aku Menunggumu Pulang

"karena aku masih disini, seperti seorang ayah yang menunggu sosok anak kesayangannya pulang"


kemana kamu yang seharusnya ada disaat aku seperti ini?
membutuhkan kawan untuk berbagi?
jikapun kau ada disini, itupun hanya bayang-bayang semumu yang tidak akan menjadi nyata.
dimana aku bisa menemukanmu selain hanya dalam doaku?
dimana aku bisa melihatmu selain hanya dalam mimpiku?
aku masih terngiang dan merasakan hangat tubuhmu yang masih saja tersisa disampingku, sekalipun hal itu tlah hilang sejak beberapa waktu yang lalu. aku masih bisa merasakan hembusan tiap nafasmu, sekalipun hal itu sudah tidak lagi aku rasakan saat ini. menunggumu seorang diri disisa-sisa akhir patahan hati yang tak lagi bisa tersusun ini membuatku harus berpikir dua kali. diantara tetap atau terus.

banyak orang lain bilang, telingaku mendengar dan hatiku mencoba memahami. namun itu seolah kesia-siaan karena ketidak mungkinanku untuk terus seperti ini. disisi lain, ada banyak hal yang menjadi alasanku untuk "bisa menjauh bahkan meninggalkanmu" tetapi disisi lainnya pula ada alasan "kenapa lebih baik aku harus seperti ini". hembusan dan kehangatan yang ada disampingku saat ini tidak pernah sehangat saat dulu, saat dimana aku selalu merasakan banyak hal bahagia yang aku dapatkan. sejujurnya, jika saat ini aku sama bahagianya, namun mengapa hal itu justru lebih sulit kuungkapkan daripada dahulu? satu alasan besar yang mengikutinya dibelakang adalah, "karena aku masih belum bisa membuang ingatanku tentangmu" dengan tulus.

aku lelah.
pikiranku bukan saja soal segala yang nyata dan kuhadapi didepan mata. namun juga hal-hal kecil lainnya yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya, misalkan.. kamu. tapi, apa kamu juga demikian? sama "sedikit" sempatnya mengingatku? oh, kupikir tidak. aku tahu orang sepertimu tidak mudah untuk mengingat hal yang dulu, atau mengingat betapa masih adanya orang yang dengan setia menunggumu pulang. aku? aku tidak akan mengatakan "iya". biar duniapun melihatnya sendiri. melihat hal kecil yang tidak pernah dilihat hatimu sesungguhnya.

jangan kau pikir aku melukaimu dengan sikapku yang sepeti itu. aku tidak lagi memberatkanmu dan mengganggumu selama kurun waktu kita yang jauh dan tidak pernah lagi bertemu. yang harusnya kau tahu adalah kamu yang melukaiku secara tidak sengaja, walau aku tahu 90% dari luka yang terjadi adalah kesalahan pribadiku untuk tetap menunggu, menunggu orang yang tidak pernah tahu dan tidak pernah ingin pulang. 

sendiri. melihat banyak hal yang berubah yang ada disekelilingku, sudah berapa orang yang pernah menggantikan sosokmu? satu. hanya satu yang tidak juga bertahan lama. jika kau yang menjawab? ada berapa? satu juga. satu orang yang jauh berbeda. satu orang yang tidak sejalan denganmu tapi masih saja kau jalani. hal yang salah yang masih saja kau lakukan. aku tidak ingin "matamu" yang melihatku sampai saat ini. aku hanya ingin "hatimu" yang melihatku dan mengerti mengenai apa saja yang sudah terjadi. mungkin aku salah menunggumu pulang dalam waktu yang tidak pernah bisa ditentukan. namun aku tidak pernah menyalahkan waktu, yang aku tahu dan akau pegang, aku masih tetap disini. tersenyum dalam luka, tertawa dalam kesia-siaan, dan mencoba bertahan untuk kuat dalam hati yang semakin lapuk karenamu. pulang, aku menunggumu pulang. 

Kamis, 28 November 2013

Cepatlah Membaik

mendung belum beralih dari tempatku berdiri. masih saja sama, hitam dan gelap. namun sekarang sudah meluapkan tangisnya. aku berpikir sama. sama soal mendung dan soal diriku. mendung yang diam dan aku yang diam. mendung yang menangis dan aku yang menangis, bahkan mendung yang hitam dan aku yang hitam.

aku tertunduk, kakiku masih menggantung diantara kursi yang aku duduki, dan tanganku masih berusaha menopang tubuhku untuk tetap berdiri. dan saat aku begini, dimana kau yang aku cari?
aku tahu keadaanmu jauh disana, memburuk. lebih buruk dari yang aku duga dan pikirkan. dan aku hanya bisa melihat di angan, melihat samar-samar sosokmu yang terbaring lemah tidak berdaya.

dimana aku? apa aku tidak memperdulikanmu?
aku disini, aku memperdulikanmu dalam diamku, dalam bisuku. hanya doa yang sanggup aku panjatkan untukmu yang lemah tak berdaya terbaring disana. 
dimana tanganku? apa aku tidak bisa menggenggam tanganmu?
aku masih disini, tanganku bebas untuk kau raih, hanya saja aku tahu.. ada tangan lain yang menggenggammu erat disana, membuatmu nyaman dan hangat, ya bukan aku.
dimana hatiku? saat kau seperti ini aku hanya bisa menangis dan membuat luka hati ini semakin perih.
hatiku juga masih disini, semakin perih merintih.

tetesan air mata itu tidak bisa aku bendung. aku yakin, bukan aku saja yang mengkhawatirkan dirimu. aku tahu walau sudah ada yang bisa "menjagamu" disana, namun siapa yang bisa mengelak jika sebenarnya hati ini tak rela dengan siapa yang menyandingimu disana?
tanganku menjadi dingin, hujan itu juga telah membuat tubuhku menggigil.apa kau tahu aku begini? apa ada waktu untuk kau tahu jika aku selalu menunggumu disini?
kututup mataku perlahan, kuingat segala keceriaan yang dulu pernah kita buat bersama. aku tahu, itu hanya kenangan lama yang sudah usang, luka lama yang telah mengering, namun aku merasa jika aku akan menjadi lebih baik jika aku demikian.
butuh ribuan menit untuk kembali membuka mata dan menyadari jika aku sudah membaik. namun hati ini masih saja membeku, membeku diantara tawa yang telah diciptakan orang disekelilingku untuk menghiburku.

aku bertanya lagi, bagaimana keadaanmu?
tidak ada satu jawabanpun.
aku bertanya lagi, apa kau masih ingat aku?
tidak ada satu jawabanpun.
aku bertanya lagi, apa aku sudah kau lupakan wakau hanya sekedar sebagai teman?
lagi. tidak ada suara untuk menjawab.
aku tertunduk lagi.
apakah aku sia-sia seperti ini?
apa yang aku dapat jika aku terus begini?
hening. tidak ada lagi jawaban. tetap sama, semua membisu.

aku sudah mampu tegak berjalan, membopong tubuhku yang seolah remuk beberapa saat yang lalu. aku mulai berjalan menjauh, meninggalkan hujan. menginggalkan segala kekhawatiranku dan pikiranku yang terus melihatkan keadaanmu yang tidak berdaya. aku terus melangkah. berharap akan ada jalan terang tanpa ada air yang tergenang ditengah jalan, agar aku tidak lagi jatuh. jatuh dalam keadaan yang salah yang membuat segalanya berantakan.
mungkin semuanya itu telah bibir katakan, aku sudah jauh, sudah melupakannya. namun siapa yang tahu jika dalam palung hati yang paling dalam, yang plaing tersembunyi, ia masih berbisik, aku masih menyayangimu sampai saat ini. --
cepatlah membaik. aku sudah ingin melihatmu "baik" dalam keadaan yang seperti biasanya.


untukmu yang terbaring disana, cepatlah membaik.
doaku selalu untukmu.

Sabtu, 23 November 2013

Luka.

Angin masih saja membisu, sekalipun berulang kali dia melintasi telingaku. Tanpa ada pesan kecil yang dibawanya. Aku masih menunggu disisa-sisa kecil semangat pagi yang tidak pernah pergi sekalipun, disisa-sisa semangat yang masih mencoba membakar dan menyisahkan pesan jika semuanya masih akan baik-baik saja. Senyumku tak pernah sepahit ini, akhir-akhir ini tidak pernah ada lagi luka yang menganga dan terkena hembusan angin dingin, luka itu sudah mengaring, namun kemabli terangkat dan basah hingga kembali membuatnya perih. Aku pikir aku tidak akan pernah bisa menutup luka itu untuk waktu-waktu saat ini, yang bisa kulakukan hanya melihat dan merasakan bahwa luka itu tak akan kunjung mengering lagi untuk kedua kalinya. Lihat aku, aku hanya bisa diam membisu. Aku hanya bisa duduk dan ditemani pandangan kosong yang tak tahu kemana arah pandangan itu berjalan. Aku hanya bisa berucap dalam hati, lewat doa aku menyampaikan luka ini. Tuhan, sampai kapan aku harus menunggu balutan lukaku ini (lagi)?

Sabtu, 05 Oktober 2013

Untuk Puncak Tertinggi Jawa

Untuk puncak tertinggi Jawa.
Diantara ribuan mimpi yang melayang-layang diatas angan.

Aku berangan dan aku bermimpi untuk bisa menjadi bagian dari semua yang sebelumnya pernah menjadi bagian disana. Aku akan sangat bersukacita, ketika aku bisa menjadi satu dari jutaan orang di dunia yang memiliki kesempatan untuk bisa menginjakkan kakiku kelak disana. Mimpi yang kelak akan menjadi nyata, mimpi untuk bisa berteriak keras disana. Mengucapkan angan dan cita yang kelak bukan hanya jadi "mimpi" saja, tapi menjadi "kenyataan".
Hari ini aku menuliskan tentang mimpiku, mimpi bersama sahabat-sahabat terbaikku. Aku benar-benar menunggu akhir tahun itu tiba, penat akan terbayar lunas dengan keindahan yang tiada bandingannya di Puncak Tertinggi Jawa.
Bagi banyak orang, punya mimpi mendaki puncak tertinggi di Jawa adalah hal konyol, mereka merasa hal seperti itu membuang-buang waktu saja, tapi bagiku dan bagi kami, itu akan menjadi satu perjalanan kehidupan yang kelak akan menjadi cerita bermakna di masa depan.
Ini bukan karena film 5cm. Tapi ini jauh karena kecintaan pada apa yang dilukiskan oleh Sang Mahakuasa.

Puncak Tertinggi Jawa,
tunggu kami yang kelak akan sama-sama dengan yang lain merasakan betapa besar dan dahsyatNya gambaran nyata tangan Sang Pencipta.
tunggu kami yang kelak akan menghirup dingin dan panasnya udara disana.
tunggu kami yang kelak akan mengucap cita dan harapan yang berbeda.
bersama mereka,
di kokohnya kaki, tubuh, dan kepala Sang Penjaga Tinggi Tanah Jawa, Semeru.
Ranu Kumbolo dan keindahanmu, tunggu kami yang akan sampai mengunjungimu.


Kamis, 15 Agustus 2013

Masih Saja Sama

masih sama. tempat ini masih sama tentang setiap kenangannya. yang berubah adalah bengunan nyatanya, gedung yang bertambah menjadi satu tingkat diatasnya, empat tiang lampu sorot lapangan basket, dan lapangan dengaan cat terbarunya setiap tahun.
demikian tempat ini, masih saja. bahkan tidak ada perubahan sekalipun. lorong kelas. ya masih tetap pada keadaannya, lantai yang putih dan tembok kuning bercampung hijau terang. pagar setinggi dada yang terletak didepan kelas yang membatasi pemandangan ketempat yang lain ditempat ini masih juga sama. tempat berdiri dan berbagi canda dan tawa dengan teman-teman kecil lainnya. dan tempat yang menjadi sisi gelap untuk bersembunyi saat memandangi siapa yang sedang berjalan dibawah, persembunyian pengaggum rahasia akan pangerannya.

"masih ada foto saat kita bersama bermain dahulu." seorang adik tingkatku bergumam kecil disampingku.
"yang mana?" aku tersenyum.
"ini, ini, bukankah kita dahulu satu tim saat acara ini?" tanyanya.
aku mengangguk.
"masih ada saja tentang 'yang itu'" adik tingkatku yang lain menunjuk satu foto lain. dan aku tertawa.
"apa lagi ini?"
"iya, kakak sudah tidak lagi dengan kakak ini kan ya. tidak suka lagi maksudku. boleh kakak ucap namanya?"
aku tersenyum.
"siapa sih?" sahabat laki-lakiku sejak awal sekolah yang dari tadi diam saja mulai mengeluarkan kata-katanya. "oh." jawabnya sederhana.
dia memandangiku dan tertawa simpul dibalik dekapan tangannya yang menutupi mulutnya.
"apa?"
"masih saja tetap. kapan mau berubah? masih suka?"
tanyanya.
"kata siapa, yang lalu ya biar berlalu."
dia tersenyum.
"bukankah jauh? dan tidak bisa lagi kan? seperti yang kau katakan, tidak baik terlalu berharap tentang orang lain yang tidak pernah memberimu kepastian, walau sekedar suka."
dia tersenyum lagi. "nah, sudah pintar rupanya. sudah serius untuk 'lupa' kan?"
aku mengangguk.

tidak banyak yang bisa dikenang. cerita-cerita kecil kala itu yang kembali terusik saat ini juga sudah menjadi bahan yang tidak akan ada lagi maknanya untuk dibahas. sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. untuk apa tetap diperjuangkan jika pada kenyataannya malah sebaliknya yang tak sesuai dengan yang kita harapkan? kutahu Tuhan selalu memiliki ribuan jalan dan cara terindah. percayalah.
yang ada saat ini adalah tidak lagi untuk dikenang. karena mengenang masa lalu akan membuat kita terus tenggelam dan sulit untuk naik ke atas permukaan dan melihat betapa indahnya mentari yang bersnar dilangit.

masih sama. masih juga ditempat ini. masih dengan banyaknya bekas cerita yang tergambar dengan detailnya di otak ini. begitupun setiap detik yang terjadi saat itu, detik yang saat ini sudah harud mati dan tidak boleh lagi berdentang.

Jumat, 28 Juni 2013

Café.

mungkin ini adalah bagian yang paling menyenangkan, berkumpul bersama kawan yang lain ketika waktu dan jarak yang telah lama memisahkan kita mulai menyatukan. teman, tiga tahun sejak kelulusan saat itu adalah hari pertemuan teraakhir kami, mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk saling bertukar sapa dengan mereka kembali, walaupun tidak semuanya akan ada dalam kebahagiaan saat ini. tiga tahun berjalan bersama dua sahabat kecil yang menemani, satu lelaki dan satu wanita. kini mereka juga sudah jarang lagi bertemu, apalagi sang sahabat laki-laki.

aku duduk disudut sebuah cafe, menikmati sore yang begitu indah hari ini, terbebas dari segala keterikatan sebagai "siswa" dan sudah siap untuk menjadi "mahasiswa" beberapa bulan kedepan. sore ini cafe kecil disudut jalan ini tampak sepi, hanya beberapa orang saja duduk dibagian depan atau berada dibagian dalam. tidak terdengar tawa cerita begitu keras, hanya sayup-sayup perkataan yang terangkai sebagi cerita kecil. beberapa teman sedang asyik mengobrol apa yang sudah lama tidak mereka ceritakan, tiga tahun merupakan waktu yang begitu cepat untuk tidak lagi mempertemukan kami hingga hari ini. sementara aku masih asyik mengamati handphoneu yang berada diatas meja dihadapanku, menunggu satu kawan kecil laki-lakiku yang belum kunjung datang.
dari kejauhan nampak sang kawan kecilku itu datang, ia tidak sendiri. bersama sahabat laki-lakinya, dan itu teman satu sekolah denganku, dengannya, dan dengan sahabat perempuan kecilku. ia berjalan santai dibelakangnya. dan aku hanya bisa diam, memandang dengan keinginan ingin menyapanya. namun, seolah ada saja tangan yang membungkam mulutku untuk tak berucap salam.

cafe ini masih seperti biasanya, terlihat begitu indah bila kita benar-benar menikmati suasana yang ada disekitar kita dimana kita duduk. dilantai dua tepatnya posisi kami, diujung depan, sepanjang mata memandang terlihat lalu lalang berbagi kendaraan yang melewati jalan utama kota. sinar matahari yang sampai diantara punggungnya, menampakkan cahaya siluet yang begitu indah darinya. dari dia yang duduk dipojok disebelah sahabat kecil laki-lakiku.
sesekali aku mendongakkan kepalaku atau sesekali aku menoleh kearah barat laut dimana dia berada. dia masih saja diam, tersembunyi dibalik koran yang dibacanya. teman-temanku sedang asyik bercerita banyak hal tentang masa sekolah mereka, juga tentang masa depan yang akan dijalaninya, sementara aku hanya menoba tersenyum bahagia dibalik ketidaknyamananku saat dia berada disini. ya, andai kalian tahu dia (sahabat dari sahabat kecil laki-lakiku) itu adalah orang yang aku "suka" saat ini.
aku tidak banyak bicara. lebih kepada menahan perkataan. tersenyumpun hanya seperlunya, tertawapun tidak selepas biasanya.
secangkir kopi spesial yang cafe ini berikan menjadi minumannya sore ini. dia juga tidka banyak bicara dikarenakan mungkin dia tidak mengenal kawan-kawanku yang lain. dia hanya diam dan tenggelam dalam lautana kalimat yang dibacanya dalam koran yang membentang diantara kedua tangannya.
selesai. tidak banyak percakapan diantara kami, bahkan bisa dibilang tidak ada sama sekali. semuanya terlalu egois untuk menyapa. dia yang tahu akulah penggemar rahasianya menyimpan semuanya dalam diamnya. demikian aku, tidak terlalu ingin menyakiti hatinya dengan bertindak bodoh atau menampakkan bahwa aku masih mengaguminya.
cafe. 
satu tempat disudut jalanan kota yang berarti dan memberi banyak arti dan banyak kenangan walau dalam diam kenangan itu tercipta.
cafe. tempat yang menjadi bagian dari sisi kediamanku dan kediamannya. tempat pertemuan secara tidak terduga hari itu.
cafe. kopi spesialmu dan koran yang tersaji disana menjadi batas dimana aku hanya bisa menjadi pengamat jarak jauhnya, walau sebenarnya dekat.
cafe. aku akan kembali. kembali membongkar segala kenangan yang pernah ada saat itu.
cafe. biarlah cerita bahagia bersama kawan-kawan lamaku, dan cerita bersama "dia" dalam pertemuan yang tidak sengaja tidak akan eprnah lusuh terhapus waktu.

cafe disudut jalanan kota yang menjadi tempat pertemuan kita secara tidak sengaja. - Aku dan Kamu, di bulan Mei, 2011



Kamis, 27 Juni 2013

Tentang Tumbuhan dan Sang Petani

jika perasaan itu berubah, apa yang seharusnya aku lakukan?

menyimpan sebuah perasaan itu tidak semudah menyimpan buku-buku dalam lemari. menumpuknya hingga usang, membacanya ketika diperlukan. namun menyimpan perasaan itu lebih rumit dari sekedar menyimpan dan membaca buku. menyimpan perasaan itu lebih seperti kepada lemari bukunya. ia terbuka setiap kita akan memasukkan buku barunya, dan ia tertutup saat kita sudah selesai meletakkan apa yang menjadi tanggungjawab kita dengan buku tersebut. perasaan itu seperti tanaman. semakin banyak kita siram dan pupuk akan semakin subur, namun saat ia subur dan berbagai hama datang, bisakan ia tetap bertahan?
aku seperti itu. seperti tumbuhan itu. mencoba memberinya pupuk, menyiraminya dengan air, merawatnya setiap waktu. namun aku tahu, semua tidak akan berjalan dengan baik saat ada banyak hama yang datang dan menempel untuk melukaiku. sekuat apapun aku akan bertahan, jika "petani" tidak menemukanku dan kembali merawatku dengan baik, aku akan gagal. aku akan melupakan semuanya. terlebih aku akan mati dalam bayang-bayang gelap, dan terbakar bersama diantara tumpukan jerami.
yang aku mau hanyalah sederhana. menjaga perasaanku untuk tetap terus tumbuh tak pedulu seberapa besar hama dan badai yang akan menggangguku. yang aku mau adalah "petani" itu datang untuk selalu merawatku. ada bersamaku dalam segala hal yang terjadi denganku. hingga aku tahu, tumbuhan yang aku inginkan untuk bersamaku itu telah pergi entah kemana, perasaan yang tertinggal juga semakin hilang tanpa bekasnya. dan aku mulai merasa baru, bersama "petani" yang selalu ada untukku, merawatku dan ada bersamaku dalam apapun keadaanku. halo pak petaniku, bagaimana kabarmu? aku tanamanmu. rawatlah aku, jagalah aku, seperti aku mejaga perasaanku untuk tumbuhan lain yang telah pergi dari sampingku.


Selasa, 04 Juni 2013

Apa Yang Paling Aku Takutkan

saat aku teka, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut tidak mendapat kue".
saat aku mulai duduk di kelas satu esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut dengan foto kartini yang ada di dalam kelasku".
saat aku mulai ada dikelas dua esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut tidak naik kelas".
saat aku duduk di kelas tiga esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut rangking kelasku menurun".
saat aku duduk di kelas empat esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut pada hantu".
saat aku duduk di kelas lima esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut dipanggil keruangan kepala sekolah".
saat aku duduk di kelas enam esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut nilai ujianku jelek".

semua sering bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" aku menjawab, "aku takut kehilangan sahabat terbaikku".
"aku juga takut kehilangan orang yang aku sayangi".
"aku juga takut pergi jauh sendiri".
"aku takut apa yang aku inginkan tidak pernah terjadi. atau sebaliknya".
dan aku takut, "hal buruk terjadi dalam hidupku".

aku tak mengerti tentang "hal yang menakutkan bagi diriku dan dirimu" setiap orang memiliki hal-hal yang jadi dan siap "diwaspadai". semaakin aku beranjak dewasa, aku mengerti, jika itu semua bukanlah hal yang aku takuti.
aku mulai mengerti, hal terbesar yang aku takuti adalah "ketika TUHAN meninggalkan aku dariNya" bukankah itu sesuatu yang begitu "ekstrem" untuk dilalui ?
bagaimana jika hidupmu tanpaNya? hampakah? kesepiankah? jawabannya adalah "iya". semua yang ada di dunia tidak akan pernah ada untuk mengisi kosongnya hatimu, selain Dia. takutkah aku kehilangan Dia? "ya, aku takut kehilangan Tuhan."
akupun takut aku menjadi anak yang "tidak bisa mengampuni" dan "tidak bisa berkomitmen". mengapa? itu hal rumit kedua yang jauh aku masih pelajari, mengasihi musuh, mengampuni musuh, berbuat baik pada mereka yang menyakitimu, dan lainnya. aku terlalu takut menjadi anak yang berkata "A" namun aku tak mampu mengatakan "A". aku belajar menenpati komitmen buat menepati apa yang aku ingin katakan. dan telah aku katakan. berkata A berarti melakukan A.
mengasihi A berarti mau mengampuni A dengan tulus, sekalipun dia jauh masih tidak bisa menerima keadaannya, namun Tuhan memampukan aku melewati ini.
aku takut. aku tidak ingin berlalu jauh dariNya, menjual Dia hanya untuk satu dau hal yang "istimewa" disini. aku tidak ingin menjadi seperti mereka, merelakan hanya demi hal "dunia" yang seharusnya mereka "tak akan pernah melepaskanNya". Tuhan amampukan menjadi seorang yang selalu "setia" ada padaMu.

aku takut, jika tidak ada tempat untukku kembali, tempatku untuk pulang.
aku takut, tidak ada lagi pundak yang menjadi sandaranku saat aku menangis.
aku takut, tidak ada lagi jalan terang saat gelap datang menghadang.
aku takut, tidak ada lagi tangan yang menggandengku dalam setiap langkahku.
aku takut, tidak ada lagi yang mendengarkan ceritaku.
aku takut, tidak ada lagi yang menemaniku saat aku sepi dan kosong.
aku takut, tidak ada yang menasehatiku, saat aku berbuat salah.
aku takut.
aku takut.
Tuhan yang berkenan menopang dan memberikan segala rencana dan rancanganNya. semua kan jadi indah pada waktuNya..
aku, mau berjalan denganMu.  aku tak pernah sendiri. tak ada harapan yang tak pasti. semuanya iya dan amen dalamMu.
Bapa, peluk aku. maafkan aku. aku takut kehilanganMu dalam kehidupanku.
selalu ada, untukku. aku membutuhkanMu. aku merindukanMu. aku selalu ingin ada dekatMu.
peluk aku. peluk mereka.
aku takut jika aku dan mereka kehilangan kehadiranMu :")

(hanya secarik postingan kecil dari file lama)


Selasa, 30 April 2013

Senyum Sampingmu

siang yang enggan berganti siang. kendaraan semakin memadati jalan raya yang terbentang ditengah kota. deretan laju mobil berada disebelah kanan, dan deretan laju kendaraan bermotor berjajar rapi disebelah kiri. sesaat jalanan menjadi sepi. langkah kaki ingin menyeberangpun semakin tinggi.
aku terhenti. sang kawan masih sibuk melambaikan tangan untuk membiarkan kendaraan yang lain terhenti dan meleluasakan kami menyeberang kali ini. tanpa sebuah dugaan, tak ada yang pernah menduga jika sesuatu terjadi.

setahun belakangan kita lama tidak berjumpa. melupakanmu adalah hal yang biasa aku lakukan, karena satu hal "aku menyanggupinya". belakangan aku kembali menemukan namamu, dalam daftar orang yang pernah aku titipi rasa. aku hanya sebagian kecil dari pengagummu. yang seringkali aku katakan, "batasku adalah mengaggumimu. saat ini. tidak lagi menyukaimu". mengubur dalam namamu, mengungkit kembali rasaku. aku masih seringkali menyebut namamu dalam malamku.
jarak dan waktu yang berada jauh diantara aku dan kamu. kamu dan dia. sementara aku juga dengan dia "yang sama halnya denganmu dulu". sebatas sebuah pertemanan kecil. dengan perbedaan bahwa kau "mendadak jauh sejak kau tahu aku menyukaimu". sementara dia "masih tetap bersikap biasa walau dia tahu aku menyukainya". ya, biarlah. aku merelakan apa yang harus terjadi sekarang. aku merasa lebih baik saat ini. tanpa ada lagi namamu dalam malamku.

aku tidak pernah menduga, ketika Tuhan selalu memberikan sesuatu sebagai sebuah kejutan instimewa. kala malam datang, bibirku tak mampu berhenti untuk tak sekalipun berucap akan namamu. iya, aku masih merindukanmu. boleh aku kembali mengingat akan setiap bintang yang aku tunjuk ketika malam dahulu? aku ingin bertanya, bisakah doaku kala itu kembali dijawab?
satu hal yang membuatku lemah. seluruh tubuh menjadi lemah. kau panggil lagi namaku. lama aku tidak mendengar sapaanmu. lama aku tidak melihat senyum sampingmu. senyummu yang jauh berbeda dari kebanyakan orang. senyum sampingmu tak pernah dimiliki orang lain. tak ada orang lain yang sama. sama sepertimu. kamu berbeda. terutama dalam hal ketika kau tunjukkan senyummu padaku.
sapaan yang lama tak terdengar.
lirikan mata yang lama tak terlihat, serta..
senyuman sampingmu yang sederhana mampu melemahkan segala syaraf dalam tubuhku.
tahukah kamu?
kawanku hanya melihatku. menungguku sambil tersenyum. menemaniku tertawa sesaat setalah ada dirimu. dia tahu kamu. dia sahabatku yang tahu "sebagian darimu" hanya saja, "dia tidak melihatmu secara keseluruhan saat tadi".

terimakasih kepada Tuhan untuk akhir yang begitu indah. hal yang telah setahun belakangan terkubur, kembali dibangkitkan. sejujurnya, menunggumu kembali adalah keinginanku, namun aku tidak berkata "menyanggupi secara utuh". berkata, "membiarkanmu pergi terbawa angin siang itu lebih baik, daripada aku harus memgikuti langkah kakimu". memang, dua garis yang berpisah suatu ketika akan kembali bertemu di titik tengahnya. aku dan kamu. kamu dan dia. aku dan dia. masing-masing. aku tanpa dia atau kamu tanpa dia, dan hanya kita. Tuhan beri aku satu lagi, kesempatan untuk bercengkrama. mendengar ia menyapa. mendnegar dentingan gitar yang ia mainkan. kembali ke masa dulu. tanpa da dia yang baru. tanpa ada dia yang dimilikinya.

sang kawan kembali tersenyum. berceloteh tentang namanya yang aku ucapkan siapa dia dengan laju kendaraannya dihadapan kami. sang kawan hanya ingin tahu. seberapa besar aku ingin bertemu dengan dia? lantas, orang yang bisa sang kawan temukan setiap hari? orang yang berbeda dan berada pada jarak dan waktu yang sama? bisakah membuat segalanya selbih baik dari dia yang kembali tersenyum dengan senyum sampingnya untukku?
aku hanya ingin menjawab, "senyuman sampingnya mengingatkanku akan banyak cerita dahulu. tahun-tahun yang telah berlalu."



 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template