Kita tidak akan pernah tahu, seberapa jauh dan seberapa lama rasa itu bertahan di dalam diri kita.
Sesekali,
butuh waktu untuk segera menjauh. Bahkan butuh orang yang dengan segera siap
untuk menggantikan posisi dari orang yang sebelumnya. Namun, siapa bisa
menyangka ketika takdir mengharuskan seperti ini. Mungkin aku salah jika aku
menyalahkan takdir, harusnya aku lebih menyalahkan diriku sendiri yang tidak
bisa dengan baik pergi berlari dari sosokmu, dikala dirimu sudah pergi bahagia
dengan yang lain.
Aku butuh
kamu. Namun sepertinya ungkapan itu sia-sia. Tidak akan pernah ada dirimu yang
aku harap untuk ada itu benar-benar ada. Aku selalu menikmati hari-hariku
sendiri, sendiri tanpa ada wajahmu (lagi) yang menghiasi lagi langit-langit
senyumku. Perasaan itu masih aku biarkan mengalir dengan alami sejak hari kau
benar-benar membuatku terkagum akanmu, namun perasaan itu sampai saat ini masih
belum menemukan ujung dimana ia harus berhenti dan diam untuk selamanya.
Aku juga
tahu, kebahagiaanmu sudah ditentukan dan diukur saat kamu berjalan seirama
dengannya, bukan denganku. Bukan hakku untuk melarang itu, merelakanmu pergi
untuk kebahagiaanmu adalah cara baik yang bisa aku lakukan, meskipun sesekali
dahulu itu, aku mengumpat dibelakang karena belum bisa membiarkanmu pergi
dengannya. Sekarang, apa lagi yang harus aku umpat dibelakangmu ketika aku
sudah semakin tahu kamu memang dengannya? Bibirku menampakkan senyumnya, namun
sebenarnya matakulah yang bekerja keras untuk berusaha menahan air yang akan
keluar dari tiap rongganya.
Biarkan aku
bahagia. Bahagia dengan apa yang aku rasa sekarang, sekalipun aku tahu, jika
kamu tidak akan pernah mau tahu akan kebahagiaanku. Berjalanlah dengannya,
berjalanlah semakin seirama. Doakan saja aku, segera melupakanmu dan tidak lagi
membiarkan air mataku mengalir dengan sia-sia. Karena baik aku ataupun kamu,
kita tidak akan pernah tahu jika perjalanan perasaan itu akan seperti ini.