Tampilkan postingan dengan label Cerita Saat Ini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita Saat Ini. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Maret 2021

Tidak Menunggumu

"Aku tidak pernah menunggumu." — Aku.

Aku bertanya kepada diriku sendiri, "Adakah sesuatu yang seharusnya tidak terjadi?"
Sayangnya, jawaban 'tidak' itu tidak akan pernah ada. Karena sesuatu itu telah kembali dan terjadi.
Aku tidak bisa kembali berlagak untuk membohongi diri sendiri, karena diri ini tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Meski seringkali aku berusaha mengatakan pada diriku, "Nggak, aku pasti salah" atau "Nggak, aku nggak ngerti."

Aku tidak pernah menunggumu, seperti yang kulakukan ketika aku menunggu orang yang lain. 
Berulang kali aku memberondong pertanyaan kepada diriku sendiri, "Apa iya aku sebenarnya menunggumu selama ini?"
Aku tidak pernah menunggumu, bahkan aku lebih rela membuang waktuku untuk menunggu seseorang yang lain yang tidak pernah aku kenal dengan baik.
Aku tidak pernah menunggumu, tidak pernah memikirkan kembali tentang kisah-kisah yang dahulu, yang kutahu saat itu rasanya tidak serumit hari-hari ini.
Kau pulang, lagi.
Tanpa pernah aku tahu apa lagi yang akan terjadi.
Sekali lagi aku katakan bahwa, "Aku tidak pernah menunggumu."

Hari ini pikiranku melayang-layang entah kemana.
Ada banyak cerita masa lalu yang kembali terangkat ke permukaan.
Lagi-lagi, aku tidak pernah menunggumu. Bahkan tidak untuk mendoakanmu.
Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku, yaitu kamu.
Kamu yang sesekali pulang, lalu menghilang, dan kembali datang.

...

Lagu Sheila On 7 yang aku dengarkan berulang beberapa minggu belakangan rasanya menyentil hati. 
"Celakanya, hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu."

"Sial." Batinku.
Lalu aku bertanya pada diriku sendiri (lagi dan lagi), "Apa sebenarnya kamu yang aku tunggu?"
Pertanyaan itu untukku, untuk aku pikir dan renungkan atau haruskah aku tanyakan kepada Tuhan? Karena aku tidak bisa menjawab. Sekalipun sesederhana itu jawabannya, ya atau tidak.
Biarkan saja Tuhan yang menjawabnya, suatu hari.
Agar tidak lagi ada yang tersakiti karena terlalu dikecewakan.
Aku tidak ingin menjadi egois karena keinginanku sendiri. Aku percaya bahwa Tuhan mendampingi dalam masa pelik "permasalahan hati" yang sedang aku pertanyakan.
Terima kasih untuk Sang Pencipta Hati, yang senantiasa menyertai.
Terima kasih untukmu yang pulang dibawah rintik hujan, karena terkadang kepulanganmu membuatku tersenyum lebih lebar dari biasanya, meski kemudian kau kembali menghilang, hingga kau kembali lagi datang.

Sebuah tulisan di Senin sore dibawah rintik hujan.

 

Jumat, 19 Maret 2021

Berbeda Cerita

Tidak aku akui secara terang-terangan bahwa sebenarnya ada sesuatu yang masih nyata. Aku terlalu takut untuk mengatakan 'ya' karena aku tidak lagi ingin terluka. Bukan tentang siapa yang selama 9 tahun aku doakan, tapi tentang cerita lain yang pernah ada.

Sesekali datang, lalu kemudian pergi lagi. Itu yang kurasakan tanpa pernah aku mengakui secara terang-terangan jika sebenarnya, saat dia kembali aku selalu tersenyum lebih lebar dari hari-hari biasanya.
Berbeda cerita dengan yang lain. Berbeda pula orang yang ada didalam ceritanya. Dan berbeda pula caranya untuk kembali, meskipun hanya sekedar berbicara satu dua kata disebuah kolom percakapan.

Beda orang, beda hati. 
Berbeda pula bagaimana caranya untuk menata hati. Yang satu tahun berbeda dengan yang berjalan sampai sembilan tahun. 
Berbeda segala jalan dan berbeda pula cara untuk tetap bertahan dengan seolah-olah kuat.
Hati dan pikiran tidak bisa membohongi, meski mulut dan jari dapat menipu perkataan yang dingin diucapkan atau dituliskan. 
Namun, hati dan pikiran selalu mengatakan yang sejujurnya tentang cerita-cerita yang sedang dirasakan tanpa pernah berlagak seolah ada yang disembunyikan. 
Seberhasil apapun aku menyembunyikan dari satu dua pertanyaan, kenyataannya aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.

Katakan padaku bahwa cerita kali ini akan berbeda dari yang lalu, agar aku tidak lagi terjebak dalam waktu yang tidak kutahu akan dirimu. Katakan pula padaku, jangan lagi datang jika hanya bertanya satu dua pertanyaan yang selalu sama setiap waktu. Karena setelah itu aku selalu menjadi lebih mengkhawatirkanmu. 
Tetapi apalah aku, yang selalu ada saat kau pulang. 
Meskipun awalnya tidak ingin menyambutmu dibalik gerbang. 
Tapi selalu ada senyuman disaat kau memandang. 
Dengan segala cerita yang berbeda ketika kau datang. 
Dan dengan aku yang berusaha terus berjuang, untuk diriku sendiri agar tidak lagi merasakan 'kebahagiaan' saat kau kembali pulang.

Cerita lama yang tidak pernah akan padam, meski kurasa apinya telah tiada. Namun ternyata, ada sesuatu yang kurasa kau masih tetap ada, meski tersembunyi didalam hati yang terdalam.

Untukmu, 
yang telah datang dengan cerita sama hingga kadang berbeda,
meski hanya lewat satu dua patah kata.


Senin, 22 Februari 2021

Sebuah Pesan dari Seorang Teman

Well, aku ya nggak mau memaksa kamu harus gimana. Senyamanmu aja. Tapi, kalo pendapatku, misalnya aku yang ada di posisimu, 9 tahun itu waktu yang lama (kalau kuliah aja sudah S3), ibarat sebuah film, pasti ada awalan, pertengahan, puncak, ending. Nah, kamu nggak mungkin stuck di awalan terus 'kan? 
Dari WhatsApp seorang teman di akhir bulan November, 2019.

Sempat berpikir selama beberapa waktu, memutuskan hanya untuk sekedar membagikan hal yang rumit dengan teman terdekat atau hanya memilih untuk menyimpannya sendiri. Tetapi aku menyadari, pada akhirnya aku tidak mampu menyimpannya sendiri.
Malam itu aku mulai bercerita, bertanya, hingga menuliskan apa yang ingin aku bagikan. Aku butuh sudut pandang lain, yang berbeda dari biasanya.

Mungkin, banyak orang berpikir tentang hal yang membuang waktu hanya untuk mendoakan orang lain yang kita tidak pernah tahu akan kabarnya. Berusaha sekuat tenaga, hingga berhasil beberapa waktu, tetapi kenyataannya aku kembali lagi setelah satu pertemuan singkat.
Tahun ini terlalu menarik, Tuhan memang Maha Pembolak Balikkan Hati. Ya, setelah aku merasa mampu aku untuk memulai yang baru, merasa lebih bahagia tanpa lagi memikirkan segala kenangan manis yang pernah ada, dan pada akhirnya aku harus mengakui bahwa aku masih gagal.

Suatu ketika setelah ratusan hari tidak berjumpa, Tuhan mempertemukan. Datang dengan rasa yang sudah tidak ada, kala itu aku bangga pada diriku sendiri. "Ya, akhirnya aku mampu."
Ternyata, tidak semudah itu.
Aku berkata dalam hati, "Kamu, masih saja sama. Kamu, tidak berubah. Tawamu, masih sama seperti yang terkadang terlintas diingatanku. Dan, cara bicaramu tidak berubah sama sekali."
Kita berjumpa di hari itu, sesekali berbicara menyambung cerita kawan yang lain, sesekali saling bertanya dan menjawab. Hari itu ada tawa. Hari itu ada banyak cerita baru yang aku dengar. Dan hari itu diwaktu pulang, satu teman dekatku berkata, "Dia sendiri. Kamu gimana?"
Aku memelototinya, "Aku? Aku sudah biasa aja." Aku tahu aku membohongi diriku sendiri.

Aku pikir, tahun ini cukup di waktu itu. Tetapi aku salah. Pertemuan kedua bulan lalu membuat segala kenangan di masa lalu kembali muncul di permukaan. Meski kita hanya saling diam dan berjabat tangan. Tidak ada banyak kata yang diucapkan. Tapi aku tahu, salah besar jika aku membohongi diriku dengan berkata, "Aku sudah move on!"
...

Pikiranku tidak fokus, menyimpannya sendirian. 
Kutipan sebuah pesan singkat di WhatsApp dengan teman beberapa lalu membuatku menyadari, terkadang kita harus memulai untuk melihat hal yang baru, agar tidak semakin tenggelam dengan kenangan masa lalu.

Ya, aku tidak ingin berandai-andai. Aku hanya ingin membuat jalan yang lebih mudah kedepannya untuk diriku sendiri. Benar adanya, ketika kita telah jatuh terlalu dalam, bangun bukanlah sebuah hal yang mudah dan aku menyadari itu sampai hari ini. Tetapi aku percaya pada diriku sendiri, aku mampu untuk melewati.

...

Hari ini aku kembali membaca draft lama yang tersimpan di hari itu, sudah sejak Desember di tahun 2019. Belum dan sengaja tidak kupublikasikan. Namun, aku berterima kasih bahwa di hari ini, hal itu tidak lagi terasa sulit. Tuhan membantuku melewati, meski sesekali aku masih menoleh kebelakang.

Kenyataan, semua tidaklah mudah. Satu hampir akan berakhir hari ini, namun satu yang lain muncul kembali sejak lalu. Sebuah pertanyaan didalam diriku selalu muncul, "Tidak bisakah tidak untuk keduanya?"

Dan sekarang, aku mempunyai hal baru yang kurasa jauh lebih rumit dari sekedar mengangkat kaki dan lari dari waktu 9 tahun itu.


Sabtu, 28 September 2019

Kau, Pulang?

Masih ada tempat yang sama jika sebenarnya ada yang meminta untuk dibukakan.
Tetapi, aku hanya ingin berusaha untuk menutupnya.
Tanpa aku sadari, mungkin perasaan itu pulang setelah sekian lama pergi.
Memang, mengingatmu tidak menyebabkan luka, aku saja yang terlalu takut untuk menerima dan menyadari, sebagaimana dan seharusnya aku.
Suatu kali aku berdoa, meminta agar Tuhan berhenti membuat aku bertanya-tanya pada diriku tentang siapa kamu.
Aku masih ingat, sejak saat itu di akhir tahun.
Semua berawal dari sebuah percakapan dengan seorang teman yang tanpa aku sadari, dia mengutarakan sebuah pertanyaan yang menyebutkan dirimu.
Aku terdiam.
Ribuan hal baik bertahun-tahun yang pernah terlewati seolah terbuka satu demi satu.

Aku, aku mengingat akan dirimu (lagi), setelah sekian lama.
Aku terdiam. Seolah mengingatmu sebenarnya bukanlah hal mudah.
Hingga aku sadar, aku melukai diriku sendiri.
Membuatnya tidak seperti biasanya. Aku tidak fokus, aku mulai tidak bisa menyingkirkan namamu dalam doaku.
Waktu berjalan, hingga akhirnya aku lupa.
Namun tanpa aku sadari, namamu telah berusaha menggantikan siapa yang aku doakan tanpa pernah kau bertanya, “Bolehkan?”
Sejujurnya, sampai hari ini tidak lagi mudah untuk mencoret namamu kembali.
Meski aku telah berusaha hari demi hari.
Aku tahu, Tuhan memang Maha pembolak-balikkan hati.
Yang hari ini begini, esok begitu.

Maafkan aku, tidak sebahagia itu menyambut kepulanganmu.
Karena hanya aku saja yang merasakan, pulangnya rasa itu.
Dengarkan aku, aku hanya tidak ingin lagi ada luka pada diriku.
Bertahun-tahun berusaha menunggu yang lalu, meski bukan dirimu.
Bantulah aku untuk tidak memikirkanmu, tidak mengingatmu, meski aku tahu bisa jadi Tuhan tidak berkenan akan hal itu.
Biarkanlah aku sendiri, berusaha menutup kembali segala kenangan sederhana yang pernah terjadi.
Tanpa melukai aku sendiri.
Tanpa menyentuh dirimu lagi.

Oh ya, berbahagialah di hari ini.
Untuk kamu, yang sedang meniup lilinmu.
Karena aku juga turut berbahagia di hari bahagiamu setiap tahunnya.
Bahagia seperti Tuhan memberkati kita, masing-masing.
 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template