Kamis, 28 November 2013

Cepatlah Membaik

mendung belum beralih dari tempatku berdiri. masih saja sama, hitam dan gelap. namun sekarang sudah meluapkan tangisnya. aku berpikir sama. sama soal mendung dan soal diriku. mendung yang diam dan aku yang diam. mendung yang menangis dan aku yang menangis, bahkan mendung yang hitam dan aku yang hitam.

aku tertunduk, kakiku masih menggantung diantara kursi yang aku duduki, dan tanganku masih berusaha menopang tubuhku untuk tetap berdiri. dan saat aku begini, dimana kau yang aku cari?
aku tahu keadaanmu jauh disana, memburuk. lebih buruk dari yang aku duga dan pikirkan. dan aku hanya bisa melihat di angan, melihat samar-samar sosokmu yang terbaring lemah tidak berdaya.

dimana aku? apa aku tidak memperdulikanmu?
aku disini, aku memperdulikanmu dalam diamku, dalam bisuku. hanya doa yang sanggup aku panjatkan untukmu yang lemah tak berdaya terbaring disana. 
dimana tanganku? apa aku tidak bisa menggenggam tanganmu?
aku masih disini, tanganku bebas untuk kau raih, hanya saja aku tahu.. ada tangan lain yang menggenggammu erat disana, membuatmu nyaman dan hangat, ya bukan aku.
dimana hatiku? saat kau seperti ini aku hanya bisa menangis dan membuat luka hati ini semakin perih.
hatiku juga masih disini, semakin perih merintih.

tetesan air mata itu tidak bisa aku bendung. aku yakin, bukan aku saja yang mengkhawatirkan dirimu. aku tahu walau sudah ada yang bisa "menjagamu" disana, namun siapa yang bisa mengelak jika sebenarnya hati ini tak rela dengan siapa yang menyandingimu disana?
tanganku menjadi dingin, hujan itu juga telah membuat tubuhku menggigil.apa kau tahu aku begini? apa ada waktu untuk kau tahu jika aku selalu menunggumu disini?
kututup mataku perlahan, kuingat segala keceriaan yang dulu pernah kita buat bersama. aku tahu, itu hanya kenangan lama yang sudah usang, luka lama yang telah mengering, namun aku merasa jika aku akan menjadi lebih baik jika aku demikian.
butuh ribuan menit untuk kembali membuka mata dan menyadari jika aku sudah membaik. namun hati ini masih saja membeku, membeku diantara tawa yang telah diciptakan orang disekelilingku untuk menghiburku.

aku bertanya lagi, bagaimana keadaanmu?
tidak ada satu jawabanpun.
aku bertanya lagi, apa kau masih ingat aku?
tidak ada satu jawabanpun.
aku bertanya lagi, apa aku sudah kau lupakan wakau hanya sekedar sebagai teman?
lagi. tidak ada suara untuk menjawab.
aku tertunduk lagi.
apakah aku sia-sia seperti ini?
apa yang aku dapat jika aku terus begini?
hening. tidak ada lagi jawaban. tetap sama, semua membisu.

aku sudah mampu tegak berjalan, membopong tubuhku yang seolah remuk beberapa saat yang lalu. aku mulai berjalan menjauh, meninggalkan hujan. menginggalkan segala kekhawatiranku dan pikiranku yang terus melihatkan keadaanmu yang tidak berdaya. aku terus melangkah. berharap akan ada jalan terang tanpa ada air yang tergenang ditengah jalan, agar aku tidak lagi jatuh. jatuh dalam keadaan yang salah yang membuat segalanya berantakan.
mungkin semuanya itu telah bibir katakan, aku sudah jauh, sudah melupakannya. namun siapa yang tahu jika dalam palung hati yang paling dalam, yang plaing tersembunyi, ia masih berbisik, aku masih menyayangimu sampai saat ini. --
cepatlah membaik. aku sudah ingin melihatmu "baik" dalam keadaan yang seperti biasanya.


untukmu yang terbaring disana, cepatlah membaik.
doaku selalu untukmu.

Rabu, 27 November 2013

Gadis Cantikku

"Pandangan itu mengarah tepat pada kedua bola mataku. Aku terdiam selama beberapa saat. Suara sayup yang kudengar mematikan detak jantungku selama sepersekian detik"

Aku tidak pernah segila ini sebelumnya, tidak pernah merasakan bahwa dunia benar-benar membuatku bahagia. Bayanganmu bagaikan malakat kecil yang menghantui tidurku setiap malam dan kenyataanmu bagaikan satu anugerah yang tidak pernah ada bandingannya dengan apapun. Suaramu bagaikan lantunan lirik-lirik kecil yang saling bersenandung membentuk satu irama yang menenangkan hati, dan tatapanmu bagaikan sinar lembut yang menghangatkan diri.
Siapa? Kamu. Kau tatap dua bola mataku kala itu dengan tajam. Sebuah tatapan yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Aku merasakan bahwa itu begitu hangat, sehangat api kecil yang melelehkan gumpalan es yang telah lama berdiam dan membuat diriku beku. Sapaan pertanyaan kecilmu membuatku melayang beberapa langkah dari kakiku menginjakkan pada bumi, “hai gadis cantik? Kau benar-benar membuatku merasa lebih baik.”

Pandangaku terus mengamatimu dari jauh, sampai sosokmu tidak lagi tertangkap dari pandangan mataku.  Siapa? Kau, gadis cantikku. Masih ingatkah kau? Seminggu yang lalu, ya aku ingat. Itu masih seminggu yang lalu. Satu hari yang begitu bermakna dari tujuh hari dalam seminggu, satu detik yang lebih berharga walau hanya mendengar satu sapaan kecilmu daripada satu jam aku berdiam karena ketidakpahamanku akan waktuku yang terbuang sia-sia.

Hai, gadis cantikku, kusapa kau sekali lagi. Kuucapkan satu kata yang kelak benar-benar akan kuucapkan padamu, “aku mencintaimu”. Mungkin saja, saat ini hanya hatiku yang berucap demikian, namun satu waktu, hati dan mulutku akan sama-sama mengucapkan hal itu untukmu. Jika saat ini kita hanya bisa saling berpandangan jauh dan menyimpan rasa masing-masing, kelak kita akan menyatukan dua hati yang berbeda, aku untukmu dan kamu untukku. Atau jika saat ini terlalu banyak orang lain yang mengikutimu dari belakang, sepertiku yang hanya sekedar menjadi pengagum rahasiamu, kelak aku akan menjadi satu, satu diatas hatimu, orang yang bisa memenangkanmu. Waktu itu akan tiba, waktu dimana aku benar-benar bisa menggenggam tanganmu, tunggu saja. Aku tidak meminta TUHAN untuk melakukannya sekarang, aku hanya meminta TUHAN mengerjakan semuanya, untukmu, dan untukku. Indah dan tepat pada waktu yang IA telah tentukan. Kelak.


Ya, antara aku dan kamu. Antara kita bersama. Antara dua hati yang berbeda. Dan diantara ribuan hal lain yang tidak pernah kita tahu. Aku untukmu, gadis cantikku. 

untuk kawan dan cerita cintanya,
angin.

Sabtu, 23 November 2013

Luka.

Angin masih saja membisu, sekalipun berulang kali dia melintasi telingaku. Tanpa ada pesan kecil yang dibawanya. Aku masih menunggu disisa-sisa kecil semangat pagi yang tidak pernah pergi sekalipun, disisa-sisa semangat yang masih mencoba membakar dan menyisahkan pesan jika semuanya masih akan baik-baik saja. Senyumku tak pernah sepahit ini, akhir-akhir ini tidak pernah ada lagi luka yang menganga dan terkena hembusan angin dingin, luka itu sudah mengaring, namun kemabli terangkat dan basah hingga kembali membuatnya perih. Aku pikir aku tidak akan pernah bisa menutup luka itu untuk waktu-waktu saat ini, yang bisa kulakukan hanya melihat dan merasakan bahwa luka itu tak akan kunjung mengering lagi untuk kedua kalinya. Lihat aku, aku hanya bisa diam membisu. Aku hanya bisa duduk dan ditemani pandangan kosong yang tak tahu kemana arah pandangan itu berjalan. Aku hanya bisa berucap dalam hati, lewat doa aku menyampaikan luka ini. Tuhan, sampai kapan aku harus menunggu balutan lukaku ini (lagi)?

Selasa, 12 November 2013

Hampir Dua Tahun Setelah Kepergianmu

H
ampir dua tahun sudah semua bayang dan semua kenangan itu musnah tanpa ada jejak yang harus tertinggal. Dan dua tahun lamanya, pergumulan baru yang terus bergulir mungkin harus berakhir. Aku tidak pernah menyalahkan jika Tuhan lebih menuntunku ke arah yang “terbaik” yang diciptakanNya untukku. Aku bersyukur. Satu nama dan banyak kenangan itu telah kembali. entahlah, aku juga tidak mengerti.

Nama itu semakin bergulir, semakin bertanda-tanya akan sebuah keyakinan (lagi). Dalam bisuku aku seringkali mengucapkan tanpa ada jeda. Dan dalam butaku, aku selalu membayangkan sosoknya yang datang lagi dan menggandengku kelak. Hari demi hari terlah berganti, tidak akan bisa kembali ke masa dimana yang dulu pernah terjadi. Ya, seperti kenangan yang masih saja tetap terlihat jelas di atas sebuah kertas yang usang, sebuah kenangan kecil yang tidak semudah itu dilupakan.
Terakhir kali aku melihatmu ada di eman bulan belakang. Yang saling bertatapan dan bersapa kecil ditengah jalan. Dan terakhir aku melihat sosokmu nyata ada di bulan lalu, hanya melihat. Tidak saling menyapa dan bertatap. Hanya berucap doa dalam hati, “hati-hati”. Dan terakhir setelah semua yang tidak pernah terjadi, namun terjadi lagi. Kamu datang menghampiri di malam yang begitu tenang ketika tidurku sudah pulas dan tidak ada lagi beban tanggungan di perkulihan. Kau datang, datang dengan pelukan dan senyummu yang tidak pernah ada yang memilikinya sama denganmu.

Sosokmu samar-samar saat akan kembali. dan terlihat jelas saat kau datang dimalam itu. Aku kembali menemukan senyummu. Aku kembali mendapatkan pelukan hangat tubuhmu. Dan aku mendapat beberapa kata yang tidak pernah aku duga dari kedatangamu malam itu. Bisakah Tuhan menjelaskan apa yang terjadi? Atau saat itu semua hanya halusinasiku? Mungkin saja, ya mungkin saja. Pikiranku terlalu pendek untuk mengartikan semuanya. Jelas, aku masih “mengasihimu”. Aku masih memikirkanmu, walau selang hampir dua tahun sejak aku bisa menghapusmu dari otakku. Aku tidak bisa menolak apa yang terjadi, ataukah aku terlalu lemah untuk mengijinkan otakku masih saja memikirkanmu? Aku tidak sakit. Dan aku merasa otakku masih berada dibawah kendaliku jika aku memikirkanmu.
Sosokmu malam itu datang dengan berbagai cara. Tanpa ada pandangan yang sama diantara kita. Kau kembali dengan beberapa cara yang sama, senyum simpulmu yang tidak pernah usang dan berbeda. Kau juga masih seperti biasanya, bertindak konyol dan usil untuk orang lain. Dan sosokmu nyata akan satu pelukan dan pengakuan didepan kedua mataku. Aku hangat. Aku menangis. Ada satu pengakuan yang tidak pernah ada yang menduga sebelumnya. Aku tersadar sepersekian detik jika semuanya terjadi. Hal yang telah lama pergi dan kini kembali. ada satu “keyakinan” baru yang kini tumbuh walau aku masih saja tidak pernah mengerti akan hal ini. terakhir kali aku “menyebut nama yang sebelumnya” dan pertama kali “kuulangi nama yang dahulu”. Itu berbeda. Berbeda dari banyak sudut pandangan. Aku kembali menunggumu. Membawamu dalam doaku ketika malam. Aku berharap kau baik-baik saja disana.

Kau kembali. sosokmu kembali setelah hampir dua tahun menghilang dari arah pikiranku. Kertas usang itupun juga sudah tidak lagi seusang dulu, kenangan yang dulu pernah ada kini kembali terlihat jelas. Aku tahu kehadiranmu tidak pernah aku duga sebelumnya jika kembali. apakah malam itu hanya sebuah halusinasi ataukah sebuah pertanda? Masih ada lebih dari empat tahun kedepan untuk menunggu semuanya. Menunggu jawaban yang dulu sempat dipergumulkan dan kini kembali dipergumulkan. Dan pasti ada jawaban.

“apa kau tahu jika aku yang dari dulu menyayangimu?”
Kau tersenyum. Tangamu membelai rambutku. Memeluk erat tubuhku.
“apa kau tidak berpikir sama jika aku juga menyayangimu dari dulu?”
Kau memelukku lagi, semakin erat. Dan aku menangis dalam pelukanmu.


 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template