Minggu, 22 Agustus 2021

Rasa Syukur akan Kebaikan Tuhan

#DeepTalk: Cahya H. Herlambang

Aku menghabiskan sebagian besar hari Sabtuku dengan berbincang manis dengan Cahya melalui WhatsApp. Aku rasa hampir sebulan lebih kami tidak saling berbicara karena kesibukan masing-masing. Pada banyak hal, aku merasa ketika aku berbincang dengannya aku merasa lebih tenang. Ya, terkadang tidak semua hal rumit yang ingin aku ceritakan dengan mudah kubagikan. Nyatanya, berbeda jika aku berbincang dengannya, hal rumit dan mendalam terasa lebih melegakan setelah kubagikan melalui ceritaku padanya.

Cahya, bukan orang yang selalu memarahiku ketika aku bercerita dan membutuhkan sarannya. Dia bukan orang yang memberikan ceritanya ketika aku akan bercerita. Bagiku, Cahya adalah salah satu ruang untuk aku berbagi.

Kemarin Cahya bercerita bahwa keluarganya yang ada di Jogja baru saja selesai isoman (isolasi mandiri) yang dikarenakan infeksi COVID-19. Cahya bersyukur bahwa Tuhan masih memberikan berkat kesehatan dan kesembuhan bagi keluarganya sekalipun COVID-19 telah membuat banyak perubahan di dalam kehidupan keluarganya, seperti membatasi sejenak waktu berkunjung ke Jogja karena adanya pembatasan sosial.

Cahya dan aku, sebagai manusia pasti pernah berada di titik di mana masa sulit ini belum juga berakhir. Kadang kala terlalu dipikirkan membuat kita semakin stres menjalani hari-hari. Tetapi, jika kita semakin tenggelam dalam rasa lelah yang berkelanjutan, kami tidak akan menjadi kuat untuk tegap berdiri.

Saat ini, bertahan adalah cara terbaik untuk tetap berdiri dalam segala kondisi. Sebisa mungkin mempertahankan diri ini untuk tetap berpijak pada jalurnya. Berusaha untuk tidak merepotkan orang lain sekalipun merasa membutuhkan pertolongan. Berusaha untuk berpikiran positif agar apa yang dijalani tetap terasa penuh sukacita meski tidak dalam keadaan yang sepenuhnya baik.

Di bagian cerita yang lain, Cahya berbagi cerita tentang hal tetap berusaha berbagi dengan orang lain, sekalipun sedang di masa sama-sama membutuhkannya. Meskipun, kadang kala beberapa orang malah menyepelekan hal baik yang dibagikan dengan menjadikannya sebagai ‘rumah’ untuk beberapa kebutuhan yang diperlukan. Hahaha, malah diandalkan secara terus-menerus. Tetapi, sesekali kita juga boleh untuk menolak. Menolak bukan berarti tidak menolong, tetapi mencoba untuk memberinya jalan dengan berpikir akan hal lain yang dapat dilakukannya, selain dengan mengandalkan kita sebagai rumah seperti sebelumnya.

Perjalanan kehidupan yang telah bertahun-tahun dilalui, selain mengajarkan untuk bertahan di berbagai kondisi, berbagi dengan orang lain, juga mengajarkan kita untuk berjuang (tidak menyerah dengan mudah) tanpa mengeluh tetapi dengan mencari pemecahan masalah atau solusi. Itulah bagaimana cara Tuhan membentuk kita menjadi semakin kuat hari demi hari. Percayalah, tidak ada satu pun hal yang terjadi tanpa membawa adanya kebaikan.

Serumit dan seberat apa pun yang sedang kita lalui saat ini, tidak lepas tangan Tuhan untuk tetap menyertai kita melewati setiap badai. Bersyukurlah, seperti Cahya bersyukur atas kesehatan yang diberikan kepada dia dan keluarganya sampai hari ini. Bersyukur atas pekerjaan sekecil apa pun yang tidak lepas dari berkat yang mengiringi.

Ada banyak hal di dalam kehidupan yang pelik yang masih menyisakan ruang untuk rasa syukur atas setiap kebaikan Tuhan.

Terima kasih kepada Cahya yang datang sebagai cara Tuhan untuk mengingatkanku untuk terus mensyukuri tentang segala kebaikan Tuhan, baik saat suka maupun duka, baik saat sehat maupun sakit, atau bahkan saat seolah kita sedang memiliki berkat yang sedikit.


Jumat, 06 Agustus 2021

#VR46 - Sepang Circuit dan Grazie Vale!

2017.
Aku berbincang dengan seorang teman semasa sekolah yang aku kenal juga sebagai penggemar Rossi garis keras. Kami sama-sama mengungkapkan sekali seumur hidup ingin nonton Rossi di Sepang Sirkuit (Sepang Sirkuit berada di Malaysia.) Kamipun berusaha untuk mewujudkannya, dan Tuhan berkata, “Ya.” 

Januari 2018.
Aku mencari penjual tiket resmi tribun Rossi di Sepang melalui website Sepang Circuit dan aku mendapatkan tiket promonya. Race masih November, namun satu bulan setelahnya, yaitu Februari aku sudah memegang tiket tribun impianku. 

Mei 2018.
Pertama kalinya aku berada pada kenekatan bulat, yaitu membuat paspor. Waktu di wawancara di Imigrasi, mereka bertanya, “Mau kemana nih kok buat paspor?” Aku menjawab, “Ke Malaysia.” Imigrasi bertanya, “Jalan-jalan ya?” Aku menjawab, “Nggak Pak, nonton Rossi di Sepang.” Petugas Imigrasi itu hanya melongo. Bahkan beberapa orang menyebutku gila, karena rela membuang uang dan waktu demi nonton Rossi live race. Come on! Ini adalah caraku membahagiakan diriku sendiri. 

November 2018.
Hari yang ditunggu itu tiba. Sejak pagi aku sudah bersiap-siap agar tidak terlambat menonton. Betapa gembiranya aku hari itu. Sepanjang perjalanan dari KL Sentral dengan bus khusus Rapid KL yang membawa kami menuju Sepang. Lama perjalanan kurasa jika normal antara satu jam, namun itu lebih dari satu jam. Apalagi ketika kami sudah mendekati Sepang, di sepanjang jalan aku melihat orang-orang berbaju kuning, berbendera kuning, hingga lengkap atribut kuning juga menuju kesana. 

Hari Minggu yang sangat melelahkan, namun terbayarkan lunas! Aku telah tiba di Sepang dengan gemuruh suara-suara yang sudah familiar ditelingaku, bukan hanya suara teriakan orang-orang, namun juga suara helikopter yang biasa bertugas di setiap sirkuit juga kudengar dekat. Ketika aku tiba disana, (jadwal race memang dimajukan) race kelas Moto2 sudah berlangsung setengah jalan. Riuh gemuruh suara penggemar tidak pernah berhenti sedikitpun, “Tuhan ini luar biasa berada disini,” gumamku dalam hati. 

Yang aku banggakan hingga hari ini adalah ketika aku live race di Sepang ada 5 hal:
1. Aku menjadi salah satu saksi pengkukuhan juara dunia Pecco Bagnaia (anak didik Rossi) dan tim Sky Racing VR46.
2. Aku menjadi salah satu saksi Luca Marini berhasil mendapatkan P1 pertamanya!
3. Aku menjadi saksi, live race langsung Dani Pedrosa di tahun terakhirnya sebelum pensiun.
4. Aku benar-benar melihat Rossi memimpin selama 17 putaran di depan, meski 4 putaran akhir Rossi harus crash di depan Tribun VR46. Dan aku melihat betapa senangnya aku, ketika aksi seusai race Rossi datang menghampiri Tribun VR46 dan melambaikan tangannya.
5. Dan aku berhasil mewujudkan impianku, untuk nonton live race! 

Euforia tribun VR46 tidak akan pernah aku lupakan, bahkan ingin membuatku kembali lagi di tahun-tahun yang akan datang. Saat itu aku berjanji, “Aku akan datang ke Sepang lagi di kala itu adalah tahun terakhir Rossi membalap, mau nggak mau!” Tapi, Tuhan membuat kisahnya berbeda. 

*** 

6 Agustus 2021.
Semalam, aku tiba di titik bahwa aku harus menerima keputusan Rossi. Rossi mengatakan untuk pensiun dan kuartal kedua musim ini adalah balapan terakhirnya. Rasanya, sedih juga. Sekalipun sudah sejak 2017 aku mempersiapkan hati untuk mendengarnya pensiun di hari-hari yang masih kelabu karena tidak tahu kapan. Namun, sebagai penggemar yang baik aku harus berbesar hati. Aku tahu bahwa itu adalah pergumulan yang sulit, tapi aku meyakini masa-masa depan setelah ini Rossi akan tetap bahagia. 

Rossi telah banyak meraih kesuksesan, bukan hanya berapa puluh koleksi piala kemenangan, berapa ratus juta hadiah yang dia terima setiap musim, hingga dia berhasil menerbitkan anak-anak muda berbakat Italia dibawah asuhan akademi balapnya. Lalu, masihkah Anda yang tidak mengenalnya akan selalu membandingkan segala pencapaian luar biasanya ini? 

Menurutku, sekalipun Rossi pensiun di hari ini, Rossi sudah bangga dengan dirinya sendiri. Rossi menjadi rider tertua yang tersisa dari kelas era tahun 2000-an. Rossi menjadi idola bukan hanya manusia-manusia di dunia, namun juga rider MotoGP itu sendiri (Fabio Quartararo, Maverick Vinales, Alex Rins, Joan Mir, dan lainnya.) Rossi juga menjadi awal bagaimana orang-orang begitu mencintainya, dan mencintai MotoGP ini. 

Mulai tahun depan, aku akan rindu kegiatan “kumatikan televisiku jika Rossi jatuh atau kalah.” Aku akan merindukan begadang demi seri Qatar, Argentina, dan Amerika. Aku akan merindukan nge-tweet selama race, dan segala hal bodoh yang membuatku senang. 

Oh my God!
Terima kasih untuk Rossi yang sudah menjadi idolaku sejak aku anak-anak. Terima kasih untuk semangat dan perjuangan yang selalu diberikan dan ditunjukkan. Terima kasih untuk ribuan cerita baik dan moodbooster-ku. Aku akan terus mengidolakanmu sebagai seorang yang baik dengan kharisma yang tidak ada rider lain yang akan menyamainya. Akhir dari eranya terlah berakhir, tapi Rossi tidak pernah berakhir. Rossi akan selalu dikenang sebagai ikon MotoGP dan jiwa MotoGP itu sendiri. 

Dari aku, 
Penggemarmu dari belahan dunia yang lain. Teruslah menjadi yang terbaik. Teruslah menjadi legenda hidup sampai nanti. Nikmatilah hari-hari kedepan dengan jauh lebih bahagia.
Ini adalah sebagian ceritaku. Terlalu panjang jika dikatakan sepenuhnya. Tapi aku bahagia, pernah menjadi bagiannya dengan begitu fanatiknya. Valentino Rossi, THE GOAT, LEGEND. 

“Kamu tidak akan dapat melaju cepat, jika kamu tidak mengenal lintasanmu.” -- Quote Valentino Rossi yang kukutip dari sebuah buku yang aku baca. 

***

Thank you, Vale. Grazie Vale. I’m not crying! I’m not crying. But, I’m crying. 


#VR46 - Valentino Rossi dalam Kisahku

Aku tidak pernah menyangka bahwa di Desember 2004 adalah awal dari bagaimana aku mengidolakannya. Yang kutahu saat itu, aku meminta kepada bapak untuk membelikanku majalah Bobo karena memiliki hadiah berupa buku catatan kecil yang menarik. Akhirnya, bapak membelikanku majalah itu dan aku mendapatkan hadiah itu. Saat itulah pertama kalinya aku merasa senang karena dibelikan majalah Bobo. 

Aku menemukan gambar Rossi menjadi cover di majalahnya. Pada topik yang membahasnya, redaksi Bobo memberikan sebuah judul, “Valentino Rossi, Melesat Tak Terkejar” gambarnya adalah Rossi dengan YZR-M1 Gauloises 2004, Welkom Circuit, Afrika Selatan. Di halaman itu aku membaca cerita, biodata, dan pencapaian seorang Rossi muda yang saat itu baru berusia 26 tahun dan telah memiliki 5 gelar juara dunia. 

Beberapa waktu berselang, saat itu kakak sepupuku jika pulang ke rumah sering mengajakku dan kakakku menonton siaran MotoGP disetiap minggunya. Dia memperkenalkanku pada beberapa ridernya yang saat itu adalah masa-masa berjayanya. Dia menunjuk di televisi, “Itu Valentino Rossi, usianya sama denganku, dan dia hebat. Yang itu adalah Max Biaggi, itu Marco Melandri,” hingga beberapa nama yang lain di waktu-waktu berikutnya. “Lihatlah, yang itu Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo, dan Nicky Hayden.” Nama-nama itu menjadi tidak asing di telingaku, karena setiap balapan yang terjadi kami selalu bersemangat mendukung siapa jagoan masing-masing kami. Ya, sejak itulah aku mengidolakan Rossi, dengan alasan utamaku saat itu dia adalah raja lintasan paling hebat. 

Waktu berlalu, aku semakin menyukai olahraga ini. Meskipun kakak sepupuku sudah jarang nonton dirumah, tapi dengan rutin aku pasti akan duduk diam di depan televisi di setiap akhir pekan gelaran MotoGP. Saat itu pula, di akhir 2006 ketika Nicky Hayden juara dunia, aku begitu kecewa karena Rossi harus kalah sedikit poin di seri Valencia. Namun, itu tidak membuatku berhenti, aku semakin menikmati Rossi yang melaju dengan beragam aksinya di lintasan. 

Aku mengingat dimasa sekolah, aku bahkan rela menabung untuk membeli majalah MotoGP yang saat itu seharga 20.000-25.000 demi menjadi penggemar Rossi sejati. Aku bahkan rela tidak membeli kue ketika jam istirahat hanya untuk menabung dan membeli koran di hari Sabtu, Minggu, dan Senin untuk mencari berita Rossi di media cetak. Aku rela berangkat sekolah lebih awal, menunggu penjual koran melewati jalan di dekat sekolah sekedar untuk membelinya, atau jika di pagi hari aku tidak mendapatkan koran itu aku akan berjalan ke sekitar Pasar Besar, mencari penjual koran yang menjual korannya lebih murah hanya demi mengumpulkan gambar Rossi untuk sebuah kliping dengan cover yang manis berwarna kuning. Akupun rela menukar untuk mengerjakan tugas kesenian seorang teman dengan poster Rossi yang dia dapat dari majalah. Aku akan marah, jika teman yang tidak aku suka menyentuh koleksiku termasuk koran yang aku beli. Aku juga dengan bangga datang ke sekolah di masa SMP sambil tersenyum lebar kepada teman-temanku yang lain, "Semalam Rossi menang. Mana jagoanmu, kalah!" Akupun rela bangun tengah malam hanya untuk menikmati gelaran MotoGP Qatar di malam hari. Aku rasa, itu adalah hal-hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Bahkan aku memiliki buku khusus yang menulis pada putaran keberapa Rossi berada di posisi berapa (sebelum live Twitter seperti sekarang.) Tak lupa, aku juga bermimpi untuk menontonnya secara langsung, entah di sirkuit mana dia akan beraksi. 

Aku masih mengingat kemenangan di Assen 2007. Start dari P11 dan berhasil finish di P1. Aku masih mengingat duel spektakuler Laguna Seca bersama Casey Stoner pada tahun 2008. Duel bersama Jorge Lorenzo di Catalunya, 2009. Selebrasi manis pengkukuhan juara dunia di 2008 dan 2009, dan banyak lagi. Di era yang semakin maju, aku masih melihatnya kembali menjadi ganas setelah kembali dari Ducati di 2013, duel-duel sengit bersama Marc, hingga tragedi Sepang 2015 yang juga tidak bisa aku lupakan. 

Valencia, 2015. Adalah satu bukti banyaknya orang yang masih mencintai Anda. Sekalipun tahun itu harus (lagi) kalah dan mendapatkan posisi kedua di kejuaraan, tapi lihatlah sambutan manis di jalanan menuju paddock, semua begitu luar biasa, tidak ada yang lebih istimewa dari ini. 

Sejak saat itu, aku kembali berjanji untuk menonton Rossi setiap akhir pekan balapan, tidak peduli apa yang terjadi. Aku akan meng-cancel jadwal jika ada yang mengajakku bermain di pekan-pekan itu. Aku hanya ingin menikmati masa-masa akhir sebelum Rossi benar-benar pensiun sebaik mungkin. Hal itu sebagai salah satu caraku membalas selama 2011-2015 pertengahan, aku sudah melewatkan banyak waktu untuk tidak menikmati perjuangannya dengan baik. 

Kemenangan demi kemenangan yang semakin menipis tidak bisa aku pungkiri, namun aku masih selalu berharap selalu ada hasil yang baik. Naik turunnya performa Rossi di setiap seri tidak membuatku semakin melupakannya, justru membuatku semakin mencintainya sebagai seorang idola hingga hari ini. 

Lagi-lagi, Assen 2017. Itu adalah moment P1 terakhir Rossi hingga hari ini. Malam di hari Raya Idul Fitri aku menonton sendirian aksi Rossi. Hingga dia memenangkan pertandingan, dan itu membuat mood-ku menjadi 1000% jauh lebih baik. Rossi benar, “Usia hanyalah sebuah angka.” Disaat usianya semakin bertambah, justru disitulah aku bisa melihat bagaimana Rossi menunjukkan jiwa, semangat, dan usahanya yang benar-benar terdedikasi di dunia balap motor ini. 

Selanjutnya,



Rabu, 30 Juni 2021

COVID-19 di Bulan Juni

Hari Jum’at di akhir bulan Juni, 2021.
Kemarin, kakakku berkata padaku dalam pesan singkat di WhatsApp, "Besok aku harus swab. Kepala puskesmasku positif. Jika berlanjut, ibu, Mas, dan Garlik juga swab. Semoga aku negatif." Dia tahu resiko dari pekerjaannya di puskesmas, termasuk dia siap apapun hasil yang didapat.

Dan hari ini, kakakku telah swab. Tinggal menunggu hasilnya. 

Di rumah, Garlik menangis. Garlik berkata, “Kenapa hasil swab ibuk nggak keluar-keluar?” Untuk anak seusia Garlik, sangat jarang melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti itu. Garlik kecil tumbuh berbeda dengan anak-anak seusianya, pikirannya jauh lebih luas dan tidak berujung. Bertanya apa yang dia ingin tahu dan menjawab beragam hal dengan masuk akal. Garlik hanyalan anak kecil seperti pada umumnya, tapi aku tahu dia sangat mengasihi ibunya. Bukannya malah tidak saling mendekat, Garlik malah memeluk ibunya erat dan tidak ingin ditinggalkan (dilampirkan dalam sebuah foto di WhatsApp.) 

Entahlah, apalah COVID-19 di pikiran anak usia 5 tahun. Aku tidak tahu. Tapi Garlik tahu, COVID-19 itu berbahaya dan berbeda dari sakit-sakit pada umumnya, sehingga Garlik sangat patuh pada protokol yang dianjurkan, seperti: memakai masker ketika keluar rumah dan mencuci tangan setiap habis bermain dan tiba dirumah. 

Beberapa hari telah berlalu sejak hari itu. Dengan segala syukur yang dipanjatkan hingga meneteskan air mata bahwa Tuhan masih sangat baik. Selalu baik. Hasil swab itu keluar dengan keterangan negatif. 

*** 

Satu tahun lebih telah berlalu sejak kemunculan COVID-19 di berita-berita televisi. Tingginya kasus hari demi hari yang terjadi menentukan kebijakan apa yang pemerintah lakukan dan kedisiplinan apa yang harus kita lakukan secara pribadi. Tentu ada harapan untuk segera mengakhirinya, setelah berbulan-bulan lamanya kita seperti hidup didalam sebuah kota dengan banyak dinding pembatas aktivitas. 

Ya, tentu bukan hanya aku saja yang memiliki harapan agar COVID-19 ini segera berakhir. Sebagian besar orang di dunia setuju bahwa kita ingin segera kembali ke masa-masa seperti sebelumnya. COVID-19 bukan saja membawa sebuah luka, disisi lain juga membawa rasa kehilangan yang mendalam. Ada banyak orang yang harus merelakan kepergian orang-orang yang dicintainya secara tiba-tiba. Namun, mereka dan aku percaya akan hari baru di hari-hari yang akan datang adalah hari dan waktu yang terbaik.  

Ditengah semakin tingginya (lagi) kasus COVID-19 di bulan Juni ini, aku merasakan semakin hari bahwa Tuhan memang sangat baik. Sekalipun tangan-Nya tidak pernah meninggalkan anak-anaknya. Tuhan menyertai, kita juga harus semakin menjaga diri. Keduanya akan berjalan secara beriringan. Tuhan akan melakukan pekerjaan-Nya dengan baik, dengan salah satu caranya kita juga harus menaati prokes yang diberlakukan, yaitu; memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. 

Aku belajar bahwa sekecil apapun iman yang kita miliki, iman itu akan membawa hal besar yang luar biasa. Seperti iman yang kami percayai sampai hari ini. Di hari-hari yang lalu, bapak dan ibu saling berbicara, “Tuhan pasti menolong, semoga saja hasilnya negatif. Tuhan pasti menyertai. Jika mungkin positif, lalu siapakah yang akan membantu mereka yang sakit?” Dan kepercayaan kecil itu berbuah besar, jauh lebih besar. Bukan hanya negatif saja, tetapi kami masih benar-benar Tuhan berikan kesehatan hari demi hari. 

Hari ini adalah hari terakhir di bulan Juni.
Aku bersyukur atas apapun yang Tuhan telah beri dan sediakan, salah satunya kesehatan. Bersyukur atas anugerah yang luar biasa setiap saat. Semoga kita semua tetap memiliki iman yang besar di dalam masa-masa sulit ini. 
Untukmu, COVID-19,
Aku mohon untuk segeralah pergi.


Jumat, 04 Juni 2021

Bangku di Belakang Kelas

Jam istirahat pertama telah selesai, pelajaran jam selanjutnya akan segera dimulai. Beberapa teman masih terlihat mondar-mandir di depan kelas, ada yang masih menikmati sisa kue yang dibelinya ketika jam istirahat, ada pula yang sibuk menghapus papan, atau beberapa anak-anak yang bergerombol dibangku mereka dengan bercerita beragam hal. 


Aku mencari buku catatan pelajaran selanjutnya di dalam tas sambil mendengarkan cerita dari teman-teman yang ada di sebelahku. Hingga tak lama kemudian, guru pelajaran Biologiku memasuki kelas sambil membawa beberapa buku paket panduan mengajarnya. Segera aku berpindah ke bangku di belakang kelas, duduk bersama seorang teman. 

 

Guruku mulai menulis di papan tulis tentang pembahasan apa yang akan diajarkan hari ini. Beliau mulai menggambar jantung dan memberikan keterangan-keterangan pada setiap gambarnya, tentang nama dan cara kerjanya. Semua teman-temanku terlihat sangat fokus, aku tahu pelajaran ini sedikit terasa menegangkan, tetapi sebenarnya terasa menyenangkan.

            “Nanti aku pinjam buku catatanmu. Catat yang benar! Hehe.” Bisik teman yang ada di sebelahku. 

“Kenapa kamu nggak mencatat sekalian daripada diam dan menguap?” Tanyaku. 

“Malas, menggambar seperti itu bukan keahlianku. Gambarin nanti ya.” Tambahnya.

 

Selalu terjadi berulang seperti itu, di beberapa pelajaran tertentu aku selalu pindah tempat duduk di bangku belakang kelas. Duduk bersama seorang teman, menemaninya mencatat, dan mendengarkan guru mengajar, meski seringkali kami melakukan keusilan kepada teman yang lain. Bahkan, jika dia sedang duduk sendiri, sering kali terlihat tertidur karena bosan mendengarkan guru mengajar. 

“Jangan lupa, buku catatan.” Katanya di akhir pelajaran Biologi yang telah berhasil mencatatkan banyak informasi pelajaran mengenai pembahasan organ dalam manusia. 

“Besok jangan lupa dibawa.” Kataku. 

“Tentu, aku tidak pernah lupa.” 

Nggak lupa sih, yang lupa nyatetnya.” Tambahku. Dan temanku tertawa. 

Ya udah, aku salin sekarang saja, tapi catetin agendaku. Eh, tapi tolong aku gambarkan semuanya. Aku kan nggak bisa menggambar.” Lanjutnya. 

Aku menatapnya selama beberapa saat. Aku sudah tahu kebiasaannya, bukan hanya di pelajaran ini saja, di pelajaran yang lain pun terkadang demikian. 

Oke.” 

Kami bersepakat. 

 

Hal seperti ini terjadi secara berulang-ulang dan aku tidak pernah menyebutnya sebagai masalah. Aku membantunya menyelesaikan catatannya, karena aku berpikir ini menjadi salah satu cara aku berlatih menggambar. Meskipun yang aku tahu, gambarku saat itu tidak bagus. Tetapi teman-teman sangat memuji gambarku, gambar apapun. 

 

*** 

 

Hari ini aku mengingat banyak hal yang aku lakukan saat aku duduk bersama seorang teman di bangku di belakang kelas. Selalu ada cerita setiap harinya, selalu ada waktu tertentu untuk duduk di bangku di belakang kelas. Yang aku ingat, terkadang aku berpindah tempat duduk saat itu hanyalah untuk bisa melihat lebih fokus tentang apa yang guru tuliskan di papan. Ya, tempat duduk di barisan tepi pintu masuk memang sedikit menyulitkan untuk melihat catatan apa yang ditulis oleh guru dibagian pojok papan sebelah kanan. Tetapi, kenyataannya mungkin ada banyak alasan lain yang menjadi pendorongku untuk sesekali duduk bersama seorang teman yang lain yang memiliki kekuasaan di bangku belakang kelas. 

 

Sepertinya, bangku di belakang kelas itu menjadi tempat pelarianku, saat aku bosan duduk dibangku paling depan. Karena di bangku paling belakang di kelas itu menjadi tempat ternyaman untuk aku berpura-pura tidak mendengarkan guru mengajar. Karena aku tidak selamanya menjadi anak yang baik, yang selalu mendengarkan guru mengajar. Adakalanya aku bosan dan hanya ingin merasa nyaman tanpa perlu memperhatikan guru mengajar di depan kelas. Dan bangku belakang kelas adalah tempat terbaik sebagai jawabannya. 

 

Beberapa hal secara berulang terjadi ketika aku duduk di bangku di belakang kelas, masih membekas sampai hari ini. Sesekali aku merindukannya. Ada banyak cerita yang aku masih mengingatnya dengan mudah seperti sepenggal cerita di atas. 

 

Selalu ada cerita yang berkesan dari setiap masa sekolah. Salah satunya seperti cerita-cerita kecil yang berharga bagi setiap orang. Ya, seperti ceritaku tentang bangku di belakang kelas yang masih membekas. Bukan hanya tentang cerita apa yang pernah terjadi di dalamnya, tetapi juga tentang orang-orang yang pernah terlibat di dalamnya sehingga membuatnya menjadi kisah dan cerita yang istimewa. 

 

Bagaimana dengan kamu, apakah kamu juga memiliki cerita yang sama tentang bangku di belakang kelas?



Sabtu, 17 April 2021

Kekhawatiran yang Terjawab

Hari ini hujan turun terlambat. Hujan baru saja turun ketika menjelang malam, dari intensitas kecil, deras, hingga kembali menjadi rintikan hujan. Air yang jatuh diatap terdengar bergantian berdenting, aku terdiam diatas tempat tidur malam ini.
Cahaya handphone-ku sudah berubah menjadi abu-abu ketika jam menunjukkan pukul 21.35. Seharusnya aku sudah bersiap tidur, tapi mataku masih belum mau untuk diistirahatkan. Selama beberapa menit berlalu, jemariku masih lihai memencet dan mengetik, membuka satu sosial media dan menutup yang lainnya secara bergantian. Tetapi tidak tahu apa yang kucari.
Aku menatap langit-langit kamar yang gelap sambil mendengarkan rintik hujan yang turun. Aku mengingat apa yang sedang terjadi dalam minggu-minggu ini, hingga lagi-lagi Tuhan menegurku untuk tidak lagi khawatir.
"Kamu masih khawatirkah? Ada AKU."
"Ada AKU."
"AKU."
Suara Tuhan seperti itu berulang kali aku dengarkan. Terkadang aku dengarkan melalui hati, terkadang pula seperti bergema di pikiranku. Tetapi sekali lagi aku masih tidak bisa fokus mendengarkan. Ada beberapa hal yang aku pikirkan, salah satunya tentang sebuah keadaan. Tentang keadaan di masa depan dan tentang keadaan di masa lampau yang mulai berbicara tentang siapa yang berulang muncul dan mulai aku rindukan.
Berulang kali aku menolak dan meyakinkan bahwa aku keliru, namun berulang kali pula aku merasa itu memang faktanya. Bukan hanya mengkhawatirkan masa saja rupanya, tetapi mengkhawatirkan hal yang lain yang baru saja diucapkan seorang teman beberapa hari yang lalu.

Aku terbangun dan menegakkan diri sambil memandang kegelapan disekitar. Sesekali aku menghela nafas cukup panjang. Hanya berdiam tanpa melakukan apapun, aku merasa tenang.
"Ada AKU, untuk apa kamu khawatir? Ada AKU, untuk apa kamu takut?"
Aku tahu, Tuhan tahu melebihi apa yang ada di hati dan pikiranku. Disela-sela aku berdiam aku membatin, "Aku lelah, aku ingin semuanya menjadi baik adanya seperti biasanya. Seperti kemarin."
Ada saat-saat dimana aku..
Aku khawatir, aku percaya pasti Tuhan menjaga.
Aku khawatir, aku percaya pasti Tuhan mendampingi.
Aku khawatir, aku percaya pasti Tuhan tidak meninggalkan karena Tuhan senantiasa menggandeng.
Tuhan lebih besar dari rasa khawatirku.
Tuhan lebih besar dari rasa ketakutan yang ada padaku saat ini.
Jika semuanya adalah baik, Tuhan akan memungkinkan semuanya dalam keadaan baik (pasti.)

Terima kasih karena Tuhan tidak lelah untuk mengingatkanku untuk terus percaya kepada-Nya. Terima kasih karena Tuhan telah rela mendengar apa yang aku ceritakan, meski cerita lengkapnya Dia lebih tahu. Terima kasih telah kembali meyakinkanku akan sebuah "keadaan baik" untuk sesuatu.

Diakhir malam ini, setelah aku berdoa, aku kembali merebahkan tubuhku diatas tempat tidur dan menyelimuti tubuh ini untuk sekedar merasakan kehangatan. Aku mulai tenang sedikit demi sedikit. Meskipun masih ada yang aku pikirkan tentang yang lain. Tentang "semoga dalam keadaan baik."

Tulisan dibawah selimut, dimalam hari ketika rintik hujan masih turun secara berirama. Ketika kekhawatiran mulai sirna karena Tuhan telah menenangkan. Namun sebenarnya, rintik hujan yang turun telah kembali membuatku gelisah, bisakah tidak lagi datang untuk tidak membuatku gelisah?

***

Ini adalah tulisan di malam selanjutnya bahwa aku benar-benar bersyukur atas apa yang Tuhan telah lakukan. Tidak ada alasan untuk tidak percaya bahwa Tuhan mampu menjawab atau hanya sekedar memberikan sebuah kata kunci melalui hal-hal sederhana. Asal kita percaya.
Seorang teman mengirimiku sebuah pesan, dia berkata, "Hari ini rasanya aku ingin sekali whatsapp kamu." Lalu kami saling membalas pesan, hingga dia bertanya akan hal yang akan dia lakukan. Dan hal yang akan dia lakukan adalah hal yang terlintas di pikiranku beberapa hari belakangan. Aku menjawab, "Ya, tidak apa-apa, lakukan saja," dan darinyalah jawaban yang aku khawatirkan ada.
"Semuanya dalam keadaan baik," jawabnya di satu pesan selanjutnya.
Aku merenung sambil membalas pesan-pesan yang masuk selanjutnya hingga aku menyadari Tuhan menjawab apa yang aku khawatirkan semalam.
"Baik kan? Semuanya dalam keadaan baik. Tidak perlu khawatir, ada AKU. AKU yang menjaga segala hal yang ada, yang kamu perlu lakukan hanyalah percaya. Percaya," kata-Nya.

Lalu, aku tidak berhenti terkagum. Tuhan melakukan melalui hal kecil hanya dari seorang teman. Aku masih tidak tahu cara bagaimana Engkau melakukan, tapi aku dan temanku merasa terkagum, Tuhan telah bekerja dengan sangat baik untuk aku, iya aku. Aku yang terlalu khawatir akan sesuatu.
Pada akhirnya, aku bersyukur akan segala hal baik yang terjadi. Untuk penyertaan yang tiada henti. Terima kasih kepada Tuhan yang Maha Tahu, serta terima kasih kepada seorang teman yang Tuhan sudah pakai sebagai pembawa jawaban.


 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template