Minggu, 28 Maret 2021

Syukur di Tengah Hujan


Beberapa waktu yang lalu, hujan turun tiga kali lebih deras dari biasanya. Langit yang awalnya membiru dengan cepat beralih menjadi abu-abu pekat. Angin berhembus lebih kencang, suasanapun terasa seperti sudah menjelang malam, padahal saat itu jam masih menunjukkan pukul tiga sore. Sesekali aku menengok keluar jendela, hanya membatin, "Semoga pas jam pulang sudah reda."

Jam menunjukkan pukul empat tiga puluh sore dan suasana diluar masih sama seperti tadi. Derasnya hujanpun tak banyak berubah. Kemudian aku mulai mengkhawatirkan perjalananku pulang, "Bagaimana nanti jika masih sederas ini?" Ada ketakutan tersendiri didalam hatiku. Berulang kali aku membatin agar hujan segera reda, agar aku bisa pulang dengan nyaman. Dan berulang kali pula rasa khawatir dan takut itu muncul di permukaan.


Aku duduk diatas sepeda motorku. Teman-temanku juga menanti redanya hujan. Kami terlalu takut pulang karena hujannya terlalu deras. Tidak masalah menunggu selama beberapa saat, asalkan ketika pulang hujan sedikit lebih reda.
Semakin lama menunggu, hujan tidak segera berhenti. Semakin lama menunggu, suasana sore itu semakin gelap dan dingin. Jika aku tidak segera pulang, sampai malampun aku bisa terjebak disini.

Tiga puluh menit setelah itu, aku siap untuk perjalanan pulang, karena mau tak mau aku harus menerobos hujan agar segera sampai dirumah. Aku berpamitan kepada teman-temanku yang masih menunggu redanya hujan, kemudian aku pulang dengan mengendarai sepeda motor sangat pelan.

Ditengah perjalanan, berhenti disebuah perempatan karena menunggu lampu lalu lintas kembali hijau aku mengucap syukur, "Terima kasih, Tuhan Yesus baik."
Sambil memandang ke depan, aku tidak berhenti mengucap syukur atas penyertaan Tuhan ditengah hujan. Hujan begitu deras, aku begitu khawatir untuk pulang, namun Tuhan menyertai.
Satu hal yang menjadi masalahku ketika hujan adalah aku takut tidak mampu melihat dengan jarak pandang yang terbatas. Anak berkacamata sepertiku akan selalu mengalami hal serupa (terbatasnya jarak pandang karena kacamata berembun dan rintik hujan yang terlalu deras), apalagi hari ini hujan turun lebih deras dari biasanya.
Disisa perjalanan pulang aku tak berhenti mengucap syukur (lagi), sederas apapun hujan sore itu kacamataku sama sekali tidak berembun! Jarak pandangku juga tidak terbatas, bahkan aku dapat melihat jalan didepan dengan mudah.

Hari itu aku diingatkan kembali bahwa aku punya Tuhan yang Luar Biasa. Saat rasa khawatirku lebih besar dari yang seharusnya, aku merasa malu. Seharusnya aku tidak perlu khawatir tentang hal semacam ini, karena Tuhan bekerja atas kekhawatiranku. Tuhan menunjukkan bagaimana Ia menyertaiku sore itu, membiarkan jalan didepan terlihat semudah biasanya. Serta, membuat kacamataku tak berembun sehingga pandanganku jauh lebih mudah.
Sepanjang perjalanan yang tersisa aku bernyanyi dan tak henti berucap, "Terima kasih, Tuhan Yesus baik!"
Sambil merebahkan diri diatas tempat tidur, aku masih belum bisa berhenti terkagum atas kejadian tadi sore. Membayangkan dimana tadinya aku merasa terlalu takut untuk pulang, namun sepanjang perjalanan pulang Tuhan benar-benar menyertai masih membuatku merasa diberkati luar biasa.

"Ah, Tuhan memang baik."
Gumamku sebelum menutup hari itu.
Ditengah hujan yang lebat hari itu aku merasa bahagia karena aku masih bisa bersyukur. Tuhan menjaga dan menyertaiku sepanjang jalan, ditengah derasnya hujan.

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.
1 Petrus 5:7 // Terjemahan Baru

Rabu, 24 Maret 2021

Tidak Menunggumu

"Aku tidak pernah menunggumu." — Aku.

Aku bertanya kepada diriku sendiri, "Adakah sesuatu yang seharusnya tidak terjadi?"
Sayangnya, jawaban 'tidak' itu tidak akan pernah ada. Karena sesuatu itu telah kembali dan terjadi.
Aku tidak bisa kembali berlagak untuk membohongi diri sendiri, karena diri ini tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Meski seringkali aku berusaha mengatakan pada diriku, "Nggak, aku pasti salah" atau "Nggak, aku nggak ngerti."

Aku tidak pernah menunggumu, seperti yang kulakukan ketika aku menunggu orang yang lain. 
Berulang kali aku memberondong pertanyaan kepada diriku sendiri, "Apa iya aku sebenarnya menunggumu selama ini?"
Aku tidak pernah menunggumu, bahkan aku lebih rela membuang waktuku untuk menunggu seseorang yang lain yang tidak pernah aku kenal dengan baik.
Aku tidak pernah menunggumu, tidak pernah memikirkan kembali tentang kisah-kisah yang dahulu, yang kutahu saat itu rasanya tidak serumit hari-hari ini.
Kau pulang, lagi.
Tanpa pernah aku tahu apa lagi yang akan terjadi.
Sekali lagi aku katakan bahwa, "Aku tidak pernah menunggumu."

Hari ini pikiranku melayang-layang entah kemana.
Ada banyak cerita masa lalu yang kembali terangkat ke permukaan.
Lagi-lagi, aku tidak pernah menunggumu. Bahkan tidak untuk mendoakanmu.
Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku, yaitu kamu.
Kamu yang sesekali pulang, lalu menghilang, dan kembali datang.

...

Lagu Sheila On 7 yang aku dengarkan berulang beberapa minggu belakangan rasanya menyentil hati. 
"Celakanya, hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu."

"Sial." Batinku.
Lalu aku bertanya pada diriku sendiri (lagi dan lagi), "Apa sebenarnya kamu yang aku tunggu?"
Pertanyaan itu untukku, untuk aku pikir dan renungkan atau haruskah aku tanyakan kepada Tuhan? Karena aku tidak bisa menjawab. Sekalipun sesederhana itu jawabannya, ya atau tidak.
Biarkan saja Tuhan yang menjawabnya, suatu hari.
Agar tidak lagi ada yang tersakiti karena terlalu dikecewakan.
Aku tidak ingin menjadi egois karena keinginanku sendiri. Aku percaya bahwa Tuhan mendampingi dalam masa pelik "permasalahan hati" yang sedang aku pertanyakan.
Terima kasih untuk Sang Pencipta Hati, yang senantiasa menyertai.
Terima kasih untukmu yang pulang dibawah rintik hujan, karena terkadang kepulanganmu membuatku tersenyum lebih lebar dari biasanya, meski kemudian kau kembali menghilang, hingga kau kembali lagi datang.

Sebuah tulisan di Senin sore dibawah rintik hujan.

 

Jumat, 19 Maret 2021

Berbeda Cerita

Tidak aku akui secara terang-terangan bahwa sebenarnya ada sesuatu yang masih nyata. Aku terlalu takut untuk mengatakan 'ya' karena aku tidak lagi ingin terluka. Bukan tentang siapa yang selama 9 tahun aku doakan, tapi tentang cerita lain yang pernah ada.

Sesekali datang, lalu kemudian pergi lagi. Itu yang kurasakan tanpa pernah aku mengakui secara terang-terangan jika sebenarnya, saat dia kembali aku selalu tersenyum lebih lebar dari hari-hari biasanya.
Berbeda cerita dengan yang lain. Berbeda pula orang yang ada didalam ceritanya. Dan berbeda pula caranya untuk kembali, meskipun hanya sekedar berbicara satu dua kata disebuah kolom percakapan.

Beda orang, beda hati. 
Berbeda pula bagaimana caranya untuk menata hati. Yang satu tahun berbeda dengan yang berjalan sampai sembilan tahun. 
Berbeda segala jalan dan berbeda pula cara untuk tetap bertahan dengan seolah-olah kuat.
Hati dan pikiran tidak bisa membohongi, meski mulut dan jari dapat menipu perkataan yang dingin diucapkan atau dituliskan. 
Namun, hati dan pikiran selalu mengatakan yang sejujurnya tentang cerita-cerita yang sedang dirasakan tanpa pernah berlagak seolah ada yang disembunyikan. 
Seberhasil apapun aku menyembunyikan dari satu dua pertanyaan, kenyataannya aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.

Katakan padaku bahwa cerita kali ini akan berbeda dari yang lalu, agar aku tidak lagi terjebak dalam waktu yang tidak kutahu akan dirimu. Katakan pula padaku, jangan lagi datang jika hanya bertanya satu dua pertanyaan yang selalu sama setiap waktu. Karena setelah itu aku selalu menjadi lebih mengkhawatirkanmu. 
Tetapi apalah aku, yang selalu ada saat kau pulang. 
Meskipun awalnya tidak ingin menyambutmu dibalik gerbang. 
Tapi selalu ada senyuman disaat kau memandang. 
Dengan segala cerita yang berbeda ketika kau datang. 
Dan dengan aku yang berusaha terus berjuang, untuk diriku sendiri agar tidak lagi merasakan 'kebahagiaan' saat kau kembali pulang.

Cerita lama yang tidak pernah akan padam, meski kurasa apinya telah tiada. Namun ternyata, ada sesuatu yang kurasa kau masih tetap ada, meski tersembunyi didalam hati yang terdalam.

Untukmu, 
yang telah datang dengan cerita sama hingga kadang berbeda,
meski hanya lewat satu dua patah kata.


 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template