Jumat, 06 Agustus 2021

#VR46 - Valentino Rossi dalam Kisahku

Aku tidak pernah menyangka bahwa di Desember 2004 adalah awal dari bagaimana aku mengidolakannya. Yang kutahu saat itu, aku meminta kepada bapak untuk membelikanku majalah Bobo karena memiliki hadiah berupa buku catatan kecil yang menarik. Akhirnya, bapak membelikanku majalah itu dan aku mendapatkan hadiah itu. Saat itulah pertama kalinya aku merasa senang karena dibelikan majalah Bobo. 

Aku menemukan gambar Rossi menjadi cover di majalahnya. Pada topik yang membahasnya, redaksi Bobo memberikan sebuah judul, “Valentino Rossi, Melesat Tak Terkejar” gambarnya adalah Rossi dengan YZR-M1 Gauloises 2004, Welkom Circuit, Afrika Selatan. Di halaman itu aku membaca cerita, biodata, dan pencapaian seorang Rossi muda yang saat itu baru berusia 26 tahun dan telah memiliki 5 gelar juara dunia. 

Beberapa waktu berselang, saat itu kakak sepupuku jika pulang ke rumah sering mengajakku dan kakakku menonton siaran MotoGP disetiap minggunya. Dia memperkenalkanku pada beberapa ridernya yang saat itu adalah masa-masa berjayanya. Dia menunjuk di televisi, “Itu Valentino Rossi, usianya sama denganku, dan dia hebat. Yang itu adalah Max Biaggi, itu Marco Melandri,” hingga beberapa nama yang lain di waktu-waktu berikutnya. “Lihatlah, yang itu Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo, dan Nicky Hayden.” Nama-nama itu menjadi tidak asing di telingaku, karena setiap balapan yang terjadi kami selalu bersemangat mendukung siapa jagoan masing-masing kami. Ya, sejak itulah aku mengidolakan Rossi, dengan alasan utamaku saat itu dia adalah raja lintasan paling hebat. 

Waktu berlalu, aku semakin menyukai olahraga ini. Meskipun kakak sepupuku sudah jarang nonton dirumah, tapi dengan rutin aku pasti akan duduk diam di depan televisi di setiap akhir pekan gelaran MotoGP. Saat itu pula, di akhir 2006 ketika Nicky Hayden juara dunia, aku begitu kecewa karena Rossi harus kalah sedikit poin di seri Valencia. Namun, itu tidak membuatku berhenti, aku semakin menikmati Rossi yang melaju dengan beragam aksinya di lintasan. 

Aku mengingat dimasa sekolah, aku bahkan rela menabung untuk membeli majalah MotoGP yang saat itu seharga 20.000-25.000 demi menjadi penggemar Rossi sejati. Aku bahkan rela tidak membeli kue ketika jam istirahat hanya untuk menabung dan membeli koran di hari Sabtu, Minggu, dan Senin untuk mencari berita Rossi di media cetak. Aku rela berangkat sekolah lebih awal, menunggu penjual koran melewati jalan di dekat sekolah sekedar untuk membelinya, atau jika di pagi hari aku tidak mendapatkan koran itu aku akan berjalan ke sekitar Pasar Besar, mencari penjual koran yang menjual korannya lebih murah hanya demi mengumpulkan gambar Rossi untuk sebuah kliping dengan cover yang manis berwarna kuning. Akupun rela menukar untuk mengerjakan tugas kesenian seorang teman dengan poster Rossi yang dia dapat dari majalah. Aku akan marah, jika teman yang tidak aku suka menyentuh koleksiku termasuk koran yang aku beli. Aku juga dengan bangga datang ke sekolah di masa SMP sambil tersenyum lebar kepada teman-temanku yang lain, "Semalam Rossi menang. Mana jagoanmu, kalah!" Akupun rela bangun tengah malam hanya untuk menikmati gelaran MotoGP Qatar di malam hari. Aku rasa, itu adalah hal-hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Bahkan aku memiliki buku khusus yang menulis pada putaran keberapa Rossi berada di posisi berapa (sebelum live Twitter seperti sekarang.) Tak lupa, aku juga bermimpi untuk menontonnya secara langsung, entah di sirkuit mana dia akan beraksi. 

Aku masih mengingat kemenangan di Assen 2007. Start dari P11 dan berhasil finish di P1. Aku masih mengingat duel spektakuler Laguna Seca bersama Casey Stoner pada tahun 2008. Duel bersama Jorge Lorenzo di Catalunya, 2009. Selebrasi manis pengkukuhan juara dunia di 2008 dan 2009, dan banyak lagi. Di era yang semakin maju, aku masih melihatnya kembali menjadi ganas setelah kembali dari Ducati di 2013, duel-duel sengit bersama Marc, hingga tragedi Sepang 2015 yang juga tidak bisa aku lupakan. 

Valencia, 2015. Adalah satu bukti banyaknya orang yang masih mencintai Anda. Sekalipun tahun itu harus (lagi) kalah dan mendapatkan posisi kedua di kejuaraan, tapi lihatlah sambutan manis di jalanan menuju paddock, semua begitu luar biasa, tidak ada yang lebih istimewa dari ini. 

Sejak saat itu, aku kembali berjanji untuk menonton Rossi setiap akhir pekan balapan, tidak peduli apa yang terjadi. Aku akan meng-cancel jadwal jika ada yang mengajakku bermain di pekan-pekan itu. Aku hanya ingin menikmati masa-masa akhir sebelum Rossi benar-benar pensiun sebaik mungkin. Hal itu sebagai salah satu caraku membalas selama 2011-2015 pertengahan, aku sudah melewatkan banyak waktu untuk tidak menikmati perjuangannya dengan baik. 

Kemenangan demi kemenangan yang semakin menipis tidak bisa aku pungkiri, namun aku masih selalu berharap selalu ada hasil yang baik. Naik turunnya performa Rossi di setiap seri tidak membuatku semakin melupakannya, justru membuatku semakin mencintainya sebagai seorang idola hingga hari ini. 

Lagi-lagi, Assen 2017. Itu adalah moment P1 terakhir Rossi hingga hari ini. Malam di hari Raya Idul Fitri aku menonton sendirian aksi Rossi. Hingga dia memenangkan pertandingan, dan itu membuat mood-ku menjadi 1000% jauh lebih baik. Rossi benar, “Usia hanyalah sebuah angka.” Disaat usianya semakin bertambah, justru disitulah aku bisa melihat bagaimana Rossi menunjukkan jiwa, semangat, dan usahanya yang benar-benar terdedikasi di dunia balap motor ini. 

Selanjutnya,



Rabu, 30 Juni 2021

COVID-19 di Bulan Juni

Hari Jum’at di akhir bulan Juni, 2021.
Kemarin, kakakku berkata padaku dalam pesan singkat di WhatsApp, "Besok aku harus swab. Kepala puskesmasku positif. Jika berlanjut, ibu, Mas, dan Garlik juga swab. Semoga aku negatif." Dia tahu resiko dari pekerjaannya di puskesmas, termasuk dia siap apapun hasil yang didapat.

Dan hari ini, kakakku telah swab. Tinggal menunggu hasilnya. 

Di rumah, Garlik menangis. Garlik berkata, “Kenapa hasil swab ibuk nggak keluar-keluar?” Untuk anak seusia Garlik, sangat jarang melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis seperti itu. Garlik kecil tumbuh berbeda dengan anak-anak seusianya, pikirannya jauh lebih luas dan tidak berujung. Bertanya apa yang dia ingin tahu dan menjawab beragam hal dengan masuk akal. Garlik hanyalan anak kecil seperti pada umumnya, tapi aku tahu dia sangat mengasihi ibunya. Bukannya malah tidak saling mendekat, Garlik malah memeluk ibunya erat dan tidak ingin ditinggalkan (dilampirkan dalam sebuah foto di WhatsApp.) 

Entahlah, apalah COVID-19 di pikiran anak usia 5 tahun. Aku tidak tahu. Tapi Garlik tahu, COVID-19 itu berbahaya dan berbeda dari sakit-sakit pada umumnya, sehingga Garlik sangat patuh pada protokol yang dianjurkan, seperti: memakai masker ketika keluar rumah dan mencuci tangan setiap habis bermain dan tiba dirumah. 

Beberapa hari telah berlalu sejak hari itu. Dengan segala syukur yang dipanjatkan hingga meneteskan air mata bahwa Tuhan masih sangat baik. Selalu baik. Hasil swab itu keluar dengan keterangan negatif. 

*** 

Satu tahun lebih telah berlalu sejak kemunculan COVID-19 di berita-berita televisi. Tingginya kasus hari demi hari yang terjadi menentukan kebijakan apa yang pemerintah lakukan dan kedisiplinan apa yang harus kita lakukan secara pribadi. Tentu ada harapan untuk segera mengakhirinya, setelah berbulan-bulan lamanya kita seperti hidup didalam sebuah kota dengan banyak dinding pembatas aktivitas. 

Ya, tentu bukan hanya aku saja yang memiliki harapan agar COVID-19 ini segera berakhir. Sebagian besar orang di dunia setuju bahwa kita ingin segera kembali ke masa-masa seperti sebelumnya. COVID-19 bukan saja membawa sebuah luka, disisi lain juga membawa rasa kehilangan yang mendalam. Ada banyak orang yang harus merelakan kepergian orang-orang yang dicintainya secara tiba-tiba. Namun, mereka dan aku percaya akan hari baru di hari-hari yang akan datang adalah hari dan waktu yang terbaik.  

Ditengah semakin tingginya (lagi) kasus COVID-19 di bulan Juni ini, aku merasakan semakin hari bahwa Tuhan memang sangat baik. Sekalipun tangan-Nya tidak pernah meninggalkan anak-anaknya. Tuhan menyertai, kita juga harus semakin menjaga diri. Keduanya akan berjalan secara beriringan. Tuhan akan melakukan pekerjaan-Nya dengan baik, dengan salah satu caranya kita juga harus menaati prokes yang diberlakukan, yaitu; memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. 

Aku belajar bahwa sekecil apapun iman yang kita miliki, iman itu akan membawa hal besar yang luar biasa. Seperti iman yang kami percayai sampai hari ini. Di hari-hari yang lalu, bapak dan ibu saling berbicara, “Tuhan pasti menolong, semoga saja hasilnya negatif. Tuhan pasti menyertai. Jika mungkin positif, lalu siapakah yang akan membantu mereka yang sakit?” Dan kepercayaan kecil itu berbuah besar, jauh lebih besar. Bukan hanya negatif saja, tetapi kami masih benar-benar Tuhan berikan kesehatan hari demi hari. 

Hari ini adalah hari terakhir di bulan Juni.
Aku bersyukur atas apapun yang Tuhan telah beri dan sediakan, salah satunya kesehatan. Bersyukur atas anugerah yang luar biasa setiap saat. Semoga kita semua tetap memiliki iman yang besar di dalam masa-masa sulit ini. 
Untukmu, COVID-19,
Aku mohon untuk segeralah pergi.


 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template