Jumat, 28 Juni 2013

Café.

mungkin ini adalah bagian yang paling menyenangkan, berkumpul bersama kawan yang lain ketika waktu dan jarak yang telah lama memisahkan kita mulai menyatukan. teman, tiga tahun sejak kelulusan saat itu adalah hari pertemuan teraakhir kami, mungkin saat ini adalah saat yang tepat untuk saling bertukar sapa dengan mereka kembali, walaupun tidak semuanya akan ada dalam kebahagiaan saat ini. tiga tahun berjalan bersama dua sahabat kecil yang menemani, satu lelaki dan satu wanita. kini mereka juga sudah jarang lagi bertemu, apalagi sang sahabat laki-laki.

aku duduk disudut sebuah cafe, menikmati sore yang begitu indah hari ini, terbebas dari segala keterikatan sebagai "siswa" dan sudah siap untuk menjadi "mahasiswa" beberapa bulan kedepan. sore ini cafe kecil disudut jalan ini tampak sepi, hanya beberapa orang saja duduk dibagian depan atau berada dibagian dalam. tidak terdengar tawa cerita begitu keras, hanya sayup-sayup perkataan yang terangkai sebagi cerita kecil. beberapa teman sedang asyik mengobrol apa yang sudah lama tidak mereka ceritakan, tiga tahun merupakan waktu yang begitu cepat untuk tidak lagi mempertemukan kami hingga hari ini. sementara aku masih asyik mengamati handphoneu yang berada diatas meja dihadapanku, menunggu satu kawan kecil laki-lakiku yang belum kunjung datang.
dari kejauhan nampak sang kawan kecilku itu datang, ia tidak sendiri. bersama sahabat laki-lakinya, dan itu teman satu sekolah denganku, dengannya, dan dengan sahabat perempuan kecilku. ia berjalan santai dibelakangnya. dan aku hanya bisa diam, memandang dengan keinginan ingin menyapanya. namun, seolah ada saja tangan yang membungkam mulutku untuk tak berucap salam.

cafe ini masih seperti biasanya, terlihat begitu indah bila kita benar-benar menikmati suasana yang ada disekitar kita dimana kita duduk. dilantai dua tepatnya posisi kami, diujung depan, sepanjang mata memandang terlihat lalu lalang berbagi kendaraan yang melewati jalan utama kota. sinar matahari yang sampai diantara punggungnya, menampakkan cahaya siluet yang begitu indah darinya. dari dia yang duduk dipojok disebelah sahabat kecil laki-lakiku.
sesekali aku mendongakkan kepalaku atau sesekali aku menoleh kearah barat laut dimana dia berada. dia masih saja diam, tersembunyi dibalik koran yang dibacanya. teman-temanku sedang asyik bercerita banyak hal tentang masa sekolah mereka, juga tentang masa depan yang akan dijalaninya, sementara aku hanya menoba tersenyum bahagia dibalik ketidaknyamananku saat dia berada disini. ya, andai kalian tahu dia (sahabat dari sahabat kecil laki-lakiku) itu adalah orang yang aku "suka" saat ini.
aku tidak banyak bicara. lebih kepada menahan perkataan. tersenyumpun hanya seperlunya, tertawapun tidak selepas biasanya.
secangkir kopi spesial yang cafe ini berikan menjadi minumannya sore ini. dia juga tidka banyak bicara dikarenakan mungkin dia tidak mengenal kawan-kawanku yang lain. dia hanya diam dan tenggelam dalam lautana kalimat yang dibacanya dalam koran yang membentang diantara kedua tangannya.
selesai. tidak banyak percakapan diantara kami, bahkan bisa dibilang tidak ada sama sekali. semuanya terlalu egois untuk menyapa. dia yang tahu akulah penggemar rahasianya menyimpan semuanya dalam diamnya. demikian aku, tidak terlalu ingin menyakiti hatinya dengan bertindak bodoh atau menampakkan bahwa aku masih mengaguminya.
cafe. 
satu tempat disudut jalanan kota yang berarti dan memberi banyak arti dan banyak kenangan walau dalam diam kenangan itu tercipta.
cafe. tempat yang menjadi bagian dari sisi kediamanku dan kediamannya. tempat pertemuan secara tidak terduga hari itu.
cafe. kopi spesialmu dan koran yang tersaji disana menjadi batas dimana aku hanya bisa menjadi pengamat jarak jauhnya, walau sebenarnya dekat.
cafe. aku akan kembali. kembali membongkar segala kenangan yang pernah ada saat itu.
cafe. biarlah cerita bahagia bersama kawan-kawan lamaku, dan cerita bersama "dia" dalam pertemuan yang tidak sengaja tidak akan eprnah lusuh terhapus waktu.

cafe disudut jalanan kota yang menjadi tempat pertemuan kita secara tidak sengaja. - Aku dan Kamu, di bulan Mei, 2011



Kamis, 27 Juni 2013

Tentang Tumbuhan dan Sang Petani

jika perasaan itu berubah, apa yang seharusnya aku lakukan?

menyimpan sebuah perasaan itu tidak semudah menyimpan buku-buku dalam lemari. menumpuknya hingga usang, membacanya ketika diperlukan. namun menyimpan perasaan itu lebih rumit dari sekedar menyimpan dan membaca buku. menyimpan perasaan itu lebih seperti kepada lemari bukunya. ia terbuka setiap kita akan memasukkan buku barunya, dan ia tertutup saat kita sudah selesai meletakkan apa yang menjadi tanggungjawab kita dengan buku tersebut. perasaan itu seperti tanaman. semakin banyak kita siram dan pupuk akan semakin subur, namun saat ia subur dan berbagai hama datang, bisakan ia tetap bertahan?
aku seperti itu. seperti tumbuhan itu. mencoba memberinya pupuk, menyiraminya dengan air, merawatnya setiap waktu. namun aku tahu, semua tidak akan berjalan dengan baik saat ada banyak hama yang datang dan menempel untuk melukaiku. sekuat apapun aku akan bertahan, jika "petani" tidak menemukanku dan kembali merawatku dengan baik, aku akan gagal. aku akan melupakan semuanya. terlebih aku akan mati dalam bayang-bayang gelap, dan terbakar bersama diantara tumpukan jerami.
yang aku mau hanyalah sederhana. menjaga perasaanku untuk tetap terus tumbuh tak pedulu seberapa besar hama dan badai yang akan menggangguku. yang aku mau adalah "petani" itu datang untuk selalu merawatku. ada bersamaku dalam segala hal yang terjadi denganku. hingga aku tahu, tumbuhan yang aku inginkan untuk bersamaku itu telah pergi entah kemana, perasaan yang tertinggal juga semakin hilang tanpa bekasnya. dan aku mulai merasa baru, bersama "petani" yang selalu ada untukku, merawatku dan ada bersamaku dalam apapun keadaanku. halo pak petaniku, bagaimana kabarmu? aku tanamanmu. rawatlah aku, jagalah aku, seperti aku mejaga perasaanku untuk tumbuhan lain yang telah pergi dari sampingku.


Senin, 17 Juni 2013

Seribu Bintang

Lama bintang itu tidak terlihat, tetutup awan gelap. Malam ini berbeda dari malam sebelumnya, bahkan malam ini begitu berarti walau hanya sekedar melihat ribuan bintang yang bercahaya diatas langit malam.

Di kota, bintang sebanyak dan seindah itu sudah jarang terlihat, apalagi jika malam menjadi mendung. Seribu bintang mungkin adalah panggilan yang pas untukmu malam ini. pengisi langit malam yang sunyi. Kebiasaanku mengamati bintang ketika malam datang telah sirna sejak dua tahun belakangan. Selama beberapa waktu yang lalu bintang yang bersinar dengan terang diatas langit malam selalu kutunggu, bahkan sampai memakan banyak waktuku. Hanya memabuang waktu untuk melihat bintang yang muncul dilangit malam, dulu. Sekecil apapun bintang itu, sebanyak apapun ada dilangit, meskipun terkadang hanya terlihat satu bintang saja, setidaknya semuanya selalu kembali kepada keadaan yang jauh lebih baik.

Hai bintang? Masih ingatkah kamu akan aku? Aku yang dahulu selalu menunggu cahayamu ketika langit sudah menjadi gelap. Masih ingatkah kamu dengan setiap permohonan yang aku ucapkan perlahan? Sungguh, aku masih ingat apa saja yang aku katakan ketika malam, aku masih ingat melukis wajahmu dengan bintang-bintang, tersenyum manis walaupun sebenarnya sedang dalam keadaan sakit.
Hai bintang? Bolehkah aku menyapamu kembali? menikmati malamku bersamamu lagi? Menghitung setiap jumlahmu dan mulai kembali tersenyum. Merasakan betapa menakjubkan dirimu, merasakan bahwa kau bergerak kesegala arah, entahlah kau yang bregerak atau bumi yang berputar? Menunjukmu dengan jaru telunjukku, memandangimu diantara dinginnya malam, terpaan angin kencang, dan suara deburan ombak.

Saat ini aku memang tidak sendiri, aku berada bersama mereka ditepi pantai. Menikmati segala keindahan yang disuguhkan secara luar biasa, terbaring ditepian. Memandang lurus keatas langit, menatapmu dalam, menghitung jumlahmu dalam hati, dan kembali mengingat segala moment kecil yang pernah terjadi. Lantas, bisakah aku mengucap doa kecil lagi? Meminta sekali lagi bertemu dengan siapa “bintang” yang sebenarnya?
Aku harap kau mendengar, bintang.

Hai bintang? Bisakah kita kembali bertemu? Bertemu satu “bintang” diantara seribu bintang yang lain?


Selasa, 04 Juni 2013

Apa Yang Paling Aku Takutkan

saat aku teka, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut tidak mendapat kue".
saat aku mulai duduk di kelas satu esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut dengan foto kartini yang ada di dalam kelasku".
saat aku mulai ada dikelas dua esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut tidak naik kelas".
saat aku duduk di kelas tiga esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut rangking kelasku menurun".
saat aku duduk di kelas empat esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut pada hantu".
saat aku duduk di kelas lima esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut dipanggil keruangan kepala sekolah".
saat aku duduk di kelas enam esde, mereka bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" dan aku menjawab, "aku takut nilai ujianku jelek".

semua sering bertanya, "apa yang paling kamu takuti?" aku menjawab, "aku takut kehilangan sahabat terbaikku".
"aku juga takut kehilangan orang yang aku sayangi".
"aku juga takut pergi jauh sendiri".
"aku takut apa yang aku inginkan tidak pernah terjadi. atau sebaliknya".
dan aku takut, "hal buruk terjadi dalam hidupku".

aku tak mengerti tentang "hal yang menakutkan bagi diriku dan dirimu" setiap orang memiliki hal-hal yang jadi dan siap "diwaspadai". semaakin aku beranjak dewasa, aku mengerti, jika itu semua bukanlah hal yang aku takuti.
aku mulai mengerti, hal terbesar yang aku takuti adalah "ketika TUHAN meninggalkan aku dariNya" bukankah itu sesuatu yang begitu "ekstrem" untuk dilalui ?
bagaimana jika hidupmu tanpaNya? hampakah? kesepiankah? jawabannya adalah "iya". semua yang ada di dunia tidak akan pernah ada untuk mengisi kosongnya hatimu, selain Dia. takutkah aku kehilangan Dia? "ya, aku takut kehilangan Tuhan."
akupun takut aku menjadi anak yang "tidak bisa mengampuni" dan "tidak bisa berkomitmen". mengapa? itu hal rumit kedua yang jauh aku masih pelajari, mengasihi musuh, mengampuni musuh, berbuat baik pada mereka yang menyakitimu, dan lainnya. aku terlalu takut menjadi anak yang berkata "A" namun aku tak mampu mengatakan "A". aku belajar menenpati komitmen buat menepati apa yang aku ingin katakan. dan telah aku katakan. berkata A berarti melakukan A.
mengasihi A berarti mau mengampuni A dengan tulus, sekalipun dia jauh masih tidak bisa menerima keadaannya, namun Tuhan memampukan aku melewati ini.
aku takut. aku tidak ingin berlalu jauh dariNya, menjual Dia hanya untuk satu dau hal yang "istimewa" disini. aku tidak ingin menjadi seperti mereka, merelakan hanya demi hal "dunia" yang seharusnya mereka "tak akan pernah melepaskanNya". Tuhan amampukan menjadi seorang yang selalu "setia" ada padaMu.

aku takut, jika tidak ada tempat untukku kembali, tempatku untuk pulang.
aku takut, tidak ada lagi pundak yang menjadi sandaranku saat aku menangis.
aku takut, tidak ada lagi jalan terang saat gelap datang menghadang.
aku takut, tidak ada lagi tangan yang menggandengku dalam setiap langkahku.
aku takut, tidak ada lagi yang mendengarkan ceritaku.
aku takut, tidak ada lagi yang menemaniku saat aku sepi dan kosong.
aku takut, tidak ada yang menasehatiku, saat aku berbuat salah.
aku takut.
aku takut.
Tuhan yang berkenan menopang dan memberikan segala rencana dan rancanganNya. semua kan jadi indah pada waktuNya..
aku, mau berjalan denganMu.  aku tak pernah sendiri. tak ada harapan yang tak pasti. semuanya iya dan amen dalamMu.
Bapa, peluk aku. maafkan aku. aku takut kehilanganMu dalam kehidupanku.
selalu ada, untukku. aku membutuhkanMu. aku merindukanMu. aku selalu ingin ada dekatMu.
peluk aku. peluk mereka.
aku takut jika aku dan mereka kehilangan kehadiranMu :")

(hanya secarik postingan kecil dari file lama)


 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template