Senin, 28 September 2015

Hati Yang Telah Jatuh

Masihkah kau bertanya, siapa yang menjatuhkan hatiku tepat di hatimu?
Aku. Akulah jawabannya.
Jangan tanya, apa yang sedang aku pikirkan. Untuk menghitung waktu, lima tahun itu bukan waktu yang sebentar. Lima tahun itu waktu yang begitu sulit dibayangkan, apalagi sampai aku bisa sampai sejauh ini berusaha menutup dan menghapus, bahkan memendam untuk tidak lagi mengingat satu halpun tentang apa yang pernah aku jatuhkan dalam hatimu.

Kenyataannya, ini adalah sia-sia. Namun, apa boleh buat saat sesuatu membuatnya nge-flashback kembali moment-moment kala itu. Sesekali membuatnya tersenyum bahkan berkhayal dari sesuatu yang sudah hingga yang kelak.

Aku tidak menyalahkanmu, hadir. Aku juga tidak membencimu, saat kau kembali. Tetapi, ada hal lain yang harus aku lakukan secara berulang untuk tidak lagi kembali, ya melupakanmu. Melupakan segala rasa dan hati yang pernah aku berikan untuk aku mencintaimu, sekalipun hati yang kau miliki tidak tahu bagaimana bisa hatiku mencintaimu.

Bisakah Tuhan membantuku untuk memungut hatiku yang masih kutinggalkan dalam lubuk hatimu? Hati yang selalu berada paling bawah setelah hatimu untuknya? Aku hanya ingin memperbaiki diriku untuk mencintaimu, bukan mencintaimu seperti seorang yang jatuh cinta. Namun mencintaimu dalam sebuah kata pertemanan? Bisakah?


Kamis, 25 Juni 2015

Mimpi Semalam

Semalam, tanpa aku mau, mimpi itu kembali datang. Mimpi yang sudah berbulan-bulan pergi, semalam kembali. Aku tidak terlalu menikmati apa yang terjadi, tidak terlalu kuikuti seperti aku sangat penasaran sebelumnya. Yang aku tahu, ada dia disana, walau kita tak berbincang panjang, walau kita tak saling berbicara.

Masih sama seperti kenyataan yang sedari dulu terjadi, kita tidak banyak bicara meski kita saling mengenal. Meski aku sadar akan kehadiranmu, tetapi sapaan sederhana itu tidak lagi muncul, karena masih tetap sama jika aku memang bukan yang terbaik yang selalu memberimu sapaan.

Aku juga sudah tidak lagi berharap, harapan itu sudah sirna seiring jalannya waktu, meski sesekali aku katakan dengan wajar aku masih ingin tahu keadaanmu. Siapa yang tidak ingin tahu keadaan seseorang yang dulunya pernah membuatnya jatuh hati? walau sesekali?

Haha. Kurasa mimpi itu memang hanya bunga tidur yang tidak perlu diperhatikan terlalu dalam. Terimakasih semalam, kita bertemu dalam mimpi, meski tetap saling diam seperti saat-saat terakhir beberapa tahun yang lalu kita berpapasan, setidaknya mengobati rasaku yang sudah lama tidak terjawab. Terimakasih, meski aku tak bisa berucap langsung denganmu, menanyakan keadaanmu, tetapi aku selalu berucap dalam doa pada Sang Pencipta, agar kau tetap bahagia.

Dariku, dari seorang yang kau datangi semalam.

Kamis, 30 April 2015

Kehendak-Mu Jadilah

Seperti dalam doa Bapa Kami, "...jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga..." 

Kekhawatiran seringkali melanda ketika aku mulai rapuh menghadapi suatu keadaan. Aku khawatir akan hari esok, aku khawatir akan masa depan, aku khawatir tentang apakah aku mampu? Iya, itu bukan hanya satu dua kali, namun seringkali. Secara manusia bahkan aku bukan hanya khawatir, namun seringkali bertanya-tanya "kok nggak kayak gini sih Tuhan, kok gitu sih". Iya seringkali aku masih meragukan apa yang Dia berikan. Saat hati dan pikiranku tidak sinkron, pikiran jahat bahwa Dia tidak memberikan padaku apa yang baik menjadi celah bagi iblis untuk masuk dan menguasai. Membuatku semakin khawatir, tidak adil, bahkan membuatku lemah dan tidak lagi berdaya menghadapi ini. Beberapa kali aku sempat menyerah, merasa bahwa aku tidak sanggup. Tetapi ada satu hal yang aku tahu jika aku semakin lemah dan tak berdaya iblis akan merasa ia menang dan mampu menguasai diriku. 

Pada masa-masa ku yang tidak baik itu, selalu ada tangan yang aku rasa mengangkatku. Memegangku dengan lembut. Menyediakan pundakNya untukku. Dan berkata padaku, "ini Aku, Allahmu, jangan takut. Aku akan selalu menyertaimu. Berdoalah, tenangkanlah hatimu". 
Berdoa dan butuh waktu sejenak, mencurahkan apa yang berat yang kupikul. Ia tidak pernah menutup telingaNya untuk mendengarkan seruan doaku. Ia tahu aku, aku anakNya. Anak pilihanNya. Dan Ia tidak akan pernah meninggalkanku seberat apapun pergumulan dalam doaku. Ia mengajarkanku untuk berharap tanpa ragu, mempercayai janji-janjiNya, dan yang terutama menyerahkan hidupku penuh di dalam tangannya. Dan Ia terus mengajakku untuk tidak pernah berhenti mengasah imanku, dan membuat imanku semakin teguh seteguh bukit batu. Ya Allahku, aku tahu bahwa hanya Engkaulah penyelamatku, perlindunganku, batu penjuruku, dan aku tidak akan takut. Sekalipun badai dan topan melanda, aku tahu hanya Engkau, Allah yang berkuasa atas segala-galanya. 

Ketika dengan sukarela aku menyerahkan segala pergumulan, kekhawatiran, ketakutan, dan semua yang membuatku berat menjalaninya dan takut menghadapinya dalam doa, ya aku tahu Allahku akan membuat segala sesuatu indah pada waktuNya (Pengkhotbah 3). Waktu kita bukan waktu Tuhan. Dan waktu Tuhan bukan waktu kita. Aku tahu jika waktu Tuhan jauh lebih indah, tepat, dan sempurna dan tidak akan mengecewakanku. Dia adalah Bapaku. Bapa yang selalu menyayangi aku, anakNya tanpa ada syarat satupun. Aku semakin percaya bahwa apapun yang terjadi sesuai kehendakNya, biarlah Dia yang berdaulat atas hidupku. Dengan semua beratnya kehidupan dalam pergumulan, biarkanlah aku tidak pernah lepas dariMu, ajarilah aku untuk tidak mengeluh, dan khawatir, takut, rapuh, dan segala hal yang buruk, dan ajarilah aku senantiasa untuk berdoa, bersyukur, menyerahkan hidupku sepenuhnya dalam tanganMu, serta percaya pada kehendakMu sajalah yang terjadi bukan kehendakku. 

bukan kehendakku, namun kehendakMu, 
hidupku bagiMu, 
Kau indah Kau mulia 
kuingin hidupku menyenangkanMu

Tiada sepertiMu // Sidney Mohede


Rabu, 22 April 2015

Sang Pengganti Gelap

Aku berterimakasih kepada ia yang membawa cahaya itu, setidaknya hitam, gelap, dan pekat itu perlahan pergi ke tempat yang tidak aku tahu lagi.

Pekat itu mulai sirna, gelap yang menyelimuti mulai tergantikan dengan cahaya yang pernalah memasuki ruang. Tidak ada yang tahu bagaimana cahaya itu mulai masuk melalui celah-celah kecil yang ada yang tidak lagi rekat. Hitam, gelap, dan pekat itupun akan beranjak sirna. Selalu ada pertanyaan kecil tentang bagaimana itu terjadi, namun belum ada yang bisa memecahkannya, hanya ada satu hal, saat bertanya dengan hati, dan hati akan memberikan jawabannya.

Saat ia datang bagaikan cahaya yang menyinari gelapnya ruang. Mengusir pekat yang menguasai dinding berlapiskan baja. Menggantikan hitam dengan sepercik cahaya putihnya, perlahan, perlahan, hingga sempurna. Apakah ada tamengmu saat ia datang? Kucoba berpikir kembali, tameng itu telah runtuh, rapuh, dan dikalahkan. Tidak ada lagi yang menghalangi ia yang datang untuk sejenak singgah dan berusaha untuk membantu membersihkan ruang gelap yang ribuan waktu telah menghuni dalam diri.

Aku menyadari atas ketidakmungkinan yang akan terjadi. Berusaha tetap membiarkan ruang gelap itu tanpa sinar, namun cahaya itu memaksa masuk beserta pemiliknya. Masuk, mengobrak-abrik segalanya, mulai menggantikan apa yang sudah ribuan waktu ada disana, menata dan menggantikan yang ada, membuat semuanya tampak lebih baik. Memberikan udara segar untuk ruang gelap dalam hati itu bernafas, menghirup udara baru, dan membuatnya nyaman.

Perlahan, hitam, gelap, dan pekat itu pergi dengan perlahan. Sesekali memang masih ada, walau hanya dalam bayang-bayang yang tersamarkan. Kubiarkan semua terjadi, walau masih diiringi dengan usaha kerasku untuk menolak cahaya itu lagi, dan lagi. Sebenarnya aku tidak mau tahu bagaimana keadaan ruang gelapku itu, masihkah gelap walau hampir diterangi cahaya sepenuhnya? Tetapi aku hanya ingin melihat ruang itu lagi, namun sebelum aku melihat, aku sudah tersenyum dan tahu, jika ruangan itu kini lebih baik. Bercahaya terang meski belum semua tersinari oleh cahaya yang ia bawa tanpa kutahu.

Saat Hatimu Siap Untuk Pulih

Karena tidak selamanya ia akan menutup tanpa membuka. Karena akan ada saatnya dimana hati itu akan dengan sukarela untuk terbuka menerima yang baru yang akan menemaninya.

Tidak ada yang bisa tahu pasti, kapan yang ia tutup siap untuk dibuka kembali. Serapat apapun, akan ada celah kecil yang bisa untuk dihampiri walau hanya sesekali. Dulu, hari ini, atau esok. Tidak pernah tahu. Namun saat ia sudah siap, tanpa kita tahu semua akan terjadi dengan alami.
Jangan selalu ditutup, karena tanpa kau tahu ada yang lain yang menunggu. Menunggu saat dimana kau dengan sukarela membukanya, menerimanya, mulai mempersilakkan dia untuk sedikit demi sedikit menguasai ruang gelap yang sudah lama tak kau buka karenanya.

Dia yang telah meninggalkanmu, meninggalkan ruang gelap dengan ribuan goresan bahagia dan sedih. Meninggalkan ruangan dengan banyak luka tanpa ada lagi polesan untuk membuatnya terlihat sempurna. Biarkan, persilakkan saja siapa yang akan masuk dan membuatnya lebih baik, akan ada saatnya, saat yang lalu harus benar-benar direlakan sepenuh hati untuk pergi.

Beri waktu. Waktu untuk hati siapa yang hendak singgah setelah menunggu hati itu membaik karenanya. Mungkin itu tidak mudah, tetapi belajarlah untuk menerima dan bersama-sama memulihkan hati itu, aku tau dia yang sudah menunggumu sekian lama akan dengan senang hati membantu untuk melihat lagi senyum dan cerahnya dari hati yang gelap selama beberapa waktu belakangan.


Pertanyaannya hanya sebatas apakah aku, kamu, atau kita sudah siap untuk menerima hati baru? Walau belum tentu akan berjalan dengan baik kedepannya? Setidaknya, membuka hati lebih baik daripada ditutup dengan goresan luka lama. Aku selalu percaya, saat ada yang dengan sukarela dan hati yang terbuka untuk menerima yang baru, sesuatu yang baik akan terjadi. Dan mungkin tanpa kita sadari, mungkin dia yang terbaik. 
 
Blogger Template by Ipietoon Blogger Template